Kamis, 25 November 2010

Quantitative Easing (QE)2, Bubble dan Ketidakpastian Global

Dengan diluncurkannya paket QE2 oleh The Fed yang bertujuan membeli kembali surat-surat berharga dari pasar, dipastikan aliran hot money mengguyur deras ke hampir seluruh emerging market terutama Indonesia.

Banyak analisis mengkhawatirkan terjadinya bubble, namun pemerintah berusaha meredam aliran hot money ini agar tidak terjadi sudden reverse dengan memperpanjang instrumen SBI menjadi 3 bulan - 6 bulan, selain daripada itu pemerintah sengaja mendorong semua pihak baik swasta maupun BUMN agar melakukan IPO dan penambahan jumlah saham yang beredar di bursa agar dapat menambah likuditas dan permodalan dan juga untuk meredam bubble.

Di sisi lain, BI sebagai penjaga kebijakan moneter, terus menekankan perbankan agar tetap berhati-hati dalam berekspansi kredit dan melakukan pertumbuhan karena situasi global yang masih belum stabil meskipun data angka pengangguran dari USA sudah menunjukan penurunan yang signifikan.

Dengan masuknya IHSG pada zona 3700an, tentu semua pihak mulai khawatir terlebih kenaikan indeks lebih banyak ditopang oleh saham-saham 2nd liner dan 3rd liner. Terlihat dari RD Saham yang benar-benar outperform IHSG tahun ini hanya ada tiga (hasil riset infovesta).

Kita lihat apakah betul kita sudah bubble dan akan ada big correction di tahun 2011 mendatang atau tidak. Salam :)

Protected by Copyscape Plagiarism Detector

Kamis, 11 November 2010

Pelajaran IPO KS: Tidak Ada Makan Siang Gratis

Menyimak tulisan Headline di salah satu harian bisnis terkemuka Kamis 11 November 2009 ini mengenai indikasi adanya perampokan uang negara secara sistematis oleh para pemain bursa dalam IPO salah satu BUMN, bukanlah berita baru ataupun hal yang aneh.

Karena, jika di wallstreet saja mereka rutin melakukan hal tersebut dari mulai skandal Enron dan lain sebagainya, apalagi untuk ukuran negara seterbelakang Indonesia dalam hal regulasi dan pencegahan praktek kotor dunia pasar modal.

Sebab pada prinsipnya uang tidak mengenal tuan, siapapun bisa memakai dan menyalahgunakannya, adalah terlalu naif dan bodoh jika para petinggi negara terlalu mempercayai “investor asing”. Tidak ada satupun di antara mereka yang masuk ke Indonesia hanya dengan tujuan membantu / menolong belaka. Di dunia bisnis, setiap sen uang yang keluar itu harus menghasilkan. Apalagi dalam pasar modal, kalau bisa modal dengkul (pinjam uang) tapi untung milyaran.

Terbukti para investor asing, hanya dalam perdagangan perdana sudah melepas untung luar biasa besar, masuk dengan harga IPO 850 rupiah per lembar saham, dan dilepas pada harga 1270 per lembar saham atau naik sekitar 49.41 persen hanya dalam tempo satu hari.

Ini membuktikan bahwa apa yang pernah saya sampaikan secara pribadi kepada seorang sahabat yang ingin memburu IPO BUMN tersebut adalah terbukti kebenarannya, karena pada harga 850 rupiah per lembar saham, valuasinya adalah sangat murah, dan harga wajar nya ada pada kisaran 1100-1200an rupiah per lembar.

Memberikan jatah IPO secara mayoritas kepada para pemain asing adalah suatu tindakan naif kalau tidak mau dibilang bodoh. Karena meskipun dikatakan takut tidak ada yang mau beli, kita harus bisa percaya diri dan melihat sendiri nilai wajar unit bisnis ataupun badan usaha yang hendak kita jual.

Sebab ukuran harga wajar suatu perusahaan tidak semata ditentukan oleh neraca keuangannya saja, tapi juga proyeksi pertumbuhan usaha dalam jangka panjang dan juga faktor-faktor lainnya yang merupakan kesatuan dalam mempengaruhi harga suatu badan usaha (silahkan anda pelajari buku Investment Valuation karangan Prof Damodaran).

Dan meskipun dikatakan BUMN tersebut tidak profitable, namun industrinya adalah industri strategis, dalam arti, industri tersebut memegang peranan pokok dalam ketahanan industri dalam negeri secara keseluruhan dan berdampak strategis dalam pembangunan jangka panjang.

Jadi akhir kata, silahkan cerna sendiri, apakah ini bentuk lain dari perampokan sistematis ala Bank Century atau memang kesalahan dan kebodohan para pejabat kita semata? Ngomong-ngomong, kejadian ini akan semakin sering di kemudian hari, karena proses pembiaran penegakan hukum yang rapuh berlarut-larut seperti kasus Century yang telah dipetieskan dan lain sebagainya.

Protected by Copyscape Online Plagiarism Checker