Sabtu, 24 Juli 2010

Strategi Bisnis Apple Mac antara Gaya Hidup vs Teknologi

Di berbagai majalah IT maupun HiFi seringkali dijumpai perkataan “More Marketing Hype than Hope”, yang mengkonotasikan iklan yang terlalu berlebihan dari suatu produk namun pada kenyataannya seringkali jauh dari ekspetasi konsumer.

Banyak pula orang yang menyatakan bahwa Apple terlalu banyak “berlebihan” menggembar-gemborkan keunggulan produknya ketimbang realitas yang sebenarnya.

Pernyataan tersebut di atas bisa ya bisa juga tidak. Ya jika dikaitkan bahwa dari sana tercetus pemikiran tiada produk lain selain Apple, tidak jika dikaitkan keunggulan teknologinya.

Pada kenyataannya produk-produk premium keluaran Apple memang memiliki kemampuan daya tahan kualitas barang yang cukup lumayan. Meski memang ada beberapa produk yang sempat bermasalah, namun secara keseluruhan kualitas produk Apple memang se-premium harganya.

Kesalahan desain antenna yang oleh beberapa media dikatakan sebagai Antennagate, jelas terlalu berlebihan juga. Karena yang namanya cacat produksi dan salah desain bukan hanya milik Apple semata, namun hampir semua produk baik selular maupun non selular pernah mengalaminya. Karena jangankan Apple, salah satu brand selular yang terkenal dengan Six Sigma Quality saja pernah babak belur saat menghadapi problem pada salah satu produknya yang terkenal. Pada waktu itu karena salah satu produknya menjadi hit di pasar, salah satu mitra OEM nya babak belur menjaga kualitas produksi hingga menimbulkan banyak masalah.

Apple sendiri dalam menjalankan bisnisnya selalu berpijak pada dua hal, yakni lifestyle (gaya hidup) dan teknologi. Betul jika dikatakan para fans Apple adalah orang yang senang dengan gaya hidup, namun juga mereka orang yang paham soal kualitas daya tahan teknologi. Anda tidak bisa hanya berjualan salah satunya. Lifestyle tanpa didukung oleh kualitas barang tentu akan ditinggalkan orang, begitu juga kualitas tanpa ada sentuhan marketing gimmick nya ya tidak laku juga.

Itu sebabnya, mengapa Apple menggandeng Intel Corporation sebagai salah satu partner dalam unit prosesornya. Karena Intel unggul pada teknologi dan juga pemasarannya diterima luas tidak hanya oleh end user (pemakai akhir) namun juga dikalangan programmer dan software developer.

Dan hebatnya, Apple tidak hanya menjual produk maupun brand image, namun juga solusi (baca kembali artikel saya mengenai menjual tanpa terlihat menjual), hal yang dulu kurang begitu disentuh oleh Apple. Banyak toko Apple yang menyertakan pelatihan multimedia dimana meski ujung-ujungnya mempromosikan kecanggihan produk Apple secara tidak langsung, namun pada prakteknya lebih mengedepankan suatu solusi, baik dalam hal ketrampilan umum (multimedia) maupun khusus (Photoshop, Music, Animation dsb).

Dalam suatu bahasan di CNBC News, dikatakan kemungkinan Apple akan sesukses atau lebih sukses ketimbang IBM saat masih jaya dalam dunia komputer. Hal ini tercermin dari pergerakan harga saham Apple yang terus meroket sepanjang waktu.

Hal ini didukung dengan semakin banyaknya orang yang menggunakan fitur Boot Camp (dual booting) pada komputer Apple, sehingga para pengguna 3D Animation yang sebagian besar memang pasarnya ada pada komputer PC-Windows, perlahan-lahan mulai mencoba menjalankan program animasi mereka pada komputer-komputer Apple yang didual boot dengan Windows. Sehingga orang tidak lagi perlu dua komputer untuk menyelesaikan satu persoalan namun cukup satu komputer dengan dua sistem operasi, itu pun kemungkinan di masa depan, akan menjadi hanya satu operating system saja meskipun penulis tidak berani meramal siapa yang akan menang nantinya.

Namun memang sekali lagi, life style dan teknologi tetap merupakan pakem dasar yang terus dipegang oleh Apple. Sukses pada iPad menunjukan hal tersebut, dimana teknologi bertemu dengan gaya hidup. Hal ini yang harus diperhatikan oleh industri PC di tanah air, agar bisa melihat gambaran masa depan bagaimana seharusnya PC dibuat.

Semoga bermanfaat.

Protected by Copyscape Online Plagiarism Checker

Jumat, 23 Juli 2010

Menjual Tanpa Terlihat Menjual, Cara Baru dalam Menjual

Dulu ketika saya kuliah program magister manajemen, pernah saya memberikan nasehat kepada seorang sahabat baik yang ketika itu masih bekerja rangkap sebagai pegawai di salah satu perusahaan farmasi dan juga agent dari salah satu produk finansial (beliau sekarang pengusaha di bidang garment)

Nasehat itu sederhana sekali, yakni saya katakan bagaimana terlihat seperti tidak menjual, yakni dengan menjual produk maupun jasa namun tidak terlihat seperti sedang berjualan, meskipun yang diharapkan tetap bagaimana agar produk maupun jasa kita laku terjual.

Saya berani berkata demikian bukan tanpa bukti, melainkan justru karena terinspirasi dari sikap beberapa profesional yang juga merupakan sahabat baik di salah satu asosiasi yang mana saya dulu cukup aktif di dalamnya. Mereka meski saya tahu ujung-ujungnya berjualan juga, namun tidak pernah sekalipun bicara soal jualan produk.

Yang dilakukan oleh mereka adalah:

  • Memberikan solusi-solusi dalam bisnis yang terkait dengan klien / konsumen
  • Memberikan konsultasi bisnis terhadap bisnis terkait atau masalah yang dihadapi klien
  • Melakukan kerjasama / kolaborasi dengan klien yang mana akan menimbulkan peluang bisnis baru

Hal-hal seperti ini yang banyak dilakukan oleh para marketer profesional, di mana nilai tambah pada salesmanship nya berada pada kemampuan memberikan jasa solusi maupun konsultasi yang tidak bersifat memaksa, namun dapat menggiring opini calon klien untuk tertarik dengan produk / jasa yang dimiliki atau ditawarkan oleh profesional tersebut.

Kebanyakan para tenaga pemasar saat ini, masih terus terbelenggu oleh pikiran-pikiran bagaimana menjual yang baik dan benar, dan lain sebagainya, namun ketika dikejar-kejar oleh target, menjadi stress dan kembali ke cara lama yakni berjualan yang benar-benar mirip seperti jualan di pasar tradisional.

Padahal yang diperlukan adalah bagaimana menjual suatu solusi dan menguasai pengetahuan yang baik akan solusi-solusi yang hendak diberikan.

Sebagai contoh, saya termasuk yang fanatik terhadap suatu merek, namun demikian, ketika kemarin pergi ke salah satu pasar alat-alat rumah tangga, saya berubah pikiran soal merek pompa air yang biasa saya pakai. Hal itu bukan karena sang penjual menjelek-jelekan produk tersebut (karena mereka sendiri menjual hampir semua merek pompa air) ataupun membanggakan produk lain, namun karena mereka membeberkan sendiri masalah-masalah yang akan dihadapi saat berhadapan dengan kadar air garam yang meningkat di sumur perumahan. Dan kebetulan merek yang akhirnya saya beli termasuk salah satu yang memenuhi standar kriteria yang saya tetapkan (ada beberapa tapi saya pilih yang value for money). Sementara merek produk fanatik kesukaan saya justru mengalami penurunan kualitas pilihan material yang mereka gunakan sebagai bahan baku komponen mesin (mungkin untuk menekan harga).

Padahal sang penjual sama sekali tidak menyarankan merek tertentu dan juga tidak menjelek-jelekan produk yang tadinya saya selalu pakai.

Nah cara seperti di atas itulah yang seharusnya diperhatikan dan disempurnakan lebih lanjut oleh para tenaga pemasar di masa kini.

Tentu saja agar dapat menguasai permasalahan para calon klien / pelanggan / konsumen kita harus rajin dan selalu rutin memperbaharui pengetahuan kita akan produk dan jasa yang kita jual, tidak hanya terbatas terhadap produk / jasa perusahaan kita namun juga terhadap perkembangan produk / jasa yang sedang terjadi saat ini, apa yang sedang trend, apa yang menjadi isu saat ini dan lain sebagainya.

Semoga para tenaga pemasar kita menjadi semakin lebih baik dan maju di masa depan. Salam.

Protected by Copyscape Online Plagiarism Checker

Kegamangan Euro Menghadapi Stress Test Perbankan Eropa

Hari-hari terakhir ini, para direksi perbankan Eropa seperti duduk di atas kursi panas, sibuk menunggu hasil stress test perbankan di seluruh Eropa. Meskipun masih banyak yang mempertanyakan kriteria dan metodologi yang dipergunakan, namun semua mengamini bahwa Stress Test Perbankan Eropa masih jauh lebih ketat dibandingkan Stress Test Perbankan Amerika. Dan stress test ini disimulasikan oleh pihak European Central Bank menggunakan skenario kondisi terburuk yang akan dihadapi jika andaikan terjadi keterpurukan ekonomi secara mendalam.

Pasar valas sendiri menyikapi stress test secara hati-hati meskipun di sisi lain banyak para pemain valas yang melakukan spekulasi sehingga menyebabkan nilai tukar Euro naik turun sangat tajam selama lima hari terakhir bagaikan siklus roller coaster.

Perdagangan Euro sendiri sepanjang hari Jum’at (waktu Eropa) bergerak secara luar biasa fluktuatif, dari pembukaan mendekati level 1.29 dan terjun bebas ke level 1.2821 (saat tulisan ini diturunkan), padahal sebelumnya sempat nilai tukar Euro menguat mendekati level 1.295 terhadap dollar Amerika.

Hasil stress test sendiri untuk sementara menurut beberapa kantor berita dan televisi siaran ekonomi seperti CNBC menyatakan 7 dari 91 Bank Eropa berpotensi gagal jika terjadi krisis yang sangat dalam, dan 4 dari bank gagal tersebut didominasi oleh perbankan Spanyol, dan 1 bank asal Jerman (hingga tulisan ini diturunkan).

Namun demikian, kita perlu menyikapi secara hati-hati hasil tersebut. Karena seperti yang dilontarkan oleh beberapa pakar perbankan di Eropa, bahwa stress test tersebut tidak menjamin bahwa bank-bank yang tidak terkena list gagal test pasti akan selamat. Karena komponen-komponen penentu tidak hanya sekedar angka-angka seperti kecukupan modal, rasio hutang dan lain sebagainya, tapi juga bagaimana hutang-hutang tersebut dibuat, kontrak-kontrak bisnis yang ada dan lain sebagainya. Karena faktor-faktor seperti kemungkinan hutang tak tertagih dan lain sebagainya bisa saja bias dalam penilaian.

ECB atau European Central Bank sendiri menyatakan perbankan asal Perancis termasuk yang berada pada kategori sangat sehat. Dan perbankan Swiss termasuk yang tahan banting. Mungkin berita ini cukup menggembirakan bagi para konglomerat hitam yang banyak menyimpan uang di jasa Private Banking asal negara tersebut.

Akan tetapi seperti yang sudah diuraikan di atas, kewaspadaan dan diversifikasi portfolio tetap wajib dilakukan. Karena kecukupan modal seperti di beberapa bank besar asal Perancis dan Swiss yang mengelola jasa Private Banking tidak serta merta menjadikan jaminan aman 100 persen. Karena anda tetap harus mengevaluasi secara kontinyu laporan keuangan mereka. Rasio-rasio keuangan dan strategi pendanaan serta kredit mereka tetap harus diawasi secara ketat.

Ambil contoh, salah satu bank besar asal Inggris, meskipun dia lolos dari stress test, namun tetap harus diwaspadai kondisinya, karena termasuk salah satu bank yang membawa banyak masalah dalam likuiditas dan rasio hutang terhadap modalnya (maaf karena etika penulisan dan etika bisnis saya tidak akan menyebutkan bank mana, silahkan tonton sendiri beritanya di televisi asing).

Yang perlu disikapi dari hasil stress test perbankan Eropa ini adalah, kita harus berhati-hati melihat kondisi ekonomi ke depannya, karena jika benar-benar terjadi krisis kembali, maka kita bisa cepat mengantisipasi dan melakukan diversifikasi ke bidang-bidang dan perbankan yang tepat.

Protected by Copyscape Online Plagiarism Checker

Sabtu, 10 Juli 2010

Pentingnya Pengetahuan Produk dan Memahami Kebutuhan Konsumen bagi Sales Counter

Beberapa hari ini saya mondar-mandir di beberapa retailer besar elektronik, untuk mencari beberapa barang pesanan teman. Sejujurnya saya agak kecewa dengan sikap para Sales Counter tersebut, yang kebanyakan tidak menguasai produk-produk yang dijual ataupun ditawarkan oleh perusahaannya, terlebih lagi mereka sepertinya acuh tak acuh dengan apa yang mereka jual, malah sebagian orang menawarkan solusi yang tidak saya butuhkan. Ini terjadi bukan hanya di Retailer Elektronik Lokal namun juga Retailer Elektronik Asing yang beroperasi di berbagai mall terkemuka.

Celakanya juga nampak bagian promosi dan bagian operasional lapangan yang bertugas menjual produk serta bagian gudang tidak sinkron sama sekali mengenai informasi ketersediaan barang, dan hal ini acapkali menimbulkan tuduhan penipuan oleh para konsumen terhadap retailer besar tersebut, bagi orang yang memahami persoalan, hal ini tentu saja menunjukan kelemahan manajemen retailer tersebut.

Misalnya saja salah satu retailer besar elektronik asing memajang informasi bahwa perusahaan tersebut menjual salah satu produk elektronik terbaru pada harga diskon spesial, namun ketika penulis mulai melakukan pengecekan ke lapangan, nampak para sales counter panik dan kebingungan, apalagi ketika dikonfrontir dengan berita iklan di koran yang dilansir oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Karena memang barang yang digembar-gemborkan tersebut tidak ada di counter, bahkan di gudang pun tidak ada, dan salah seorang senior sales yang bekerja menginformasikan produk yang dijual harus indent terlebih dahulu.

Padahal sebelum retailer memulai menjual produk, harus dilakukan penyuluhan, training dan product knowledge terhadap para sales yang bekerja di shop floor. Agar tidak menimbulkan komplain dari para pembeli ataupun calon pembeli. Pernah terjadi di salah satu retailer besar, seorang klien datang dan memaki-maki seluruh staff penjual, karena ternyata barang yang hendak dibeli tidak ada, dan malah ditukar oleh produk lain, tidak sesuai dengan iklan di koran yang digembar-gemborkan, pembeli tersebut yang telah membayar dimuka menuntut pengembalian uang atau akan melaporkan toko yang bersangkutan ke pengadilan dengan tuduhan penipuan. Kontan saja Manager On Duty toko yang bersangkutan panik luar biasa dan berusaha meredakan amarah pembeli dan meminta maaf. Tapi kalau sudah begini, nasi sudah menjadi bubur, nama baik perusahaan sudah cemar dan orang tentu saja lebih memilih membeli barang di Mangga Dua ataupun toko-toko retail kecil yang bahkan pesuruh toko pun bisa tahu barang mana yang hendak dibeli.

Hal ini tidak saja terjadi pada layanan retailer elektronik, namun juga pada model bisnis jasa layanan telekomunikasi, di mana penulis menemukan kenyataan, di banyak perusahaan jasa telco terkemuka, customer service sering tidak mengerti kebutuhan konsumen dan sering tidak menguasai produk yang dijualnya. Misalkan saat penulis menemani seorang kerabat melakukan pelaporan masalah jasa blackberry, customer service yang melayani tampak tidak mengerti antara masalah yang dihadapi customer meskipun telah dijelaskan dengan bahasa yang sederhana, mudah dan transparan, penulis bahkan sudah menghindari penggunaan kata-kata teknis yang menurut penulis akan semakin sulit dipahami oleh para front line customer service. Lebih memilukan dan memalukan, ketika sudah lebih dari 30 menit sang petugas mondar-mandir berusaha melakukan otorisasi jaringan secara manual, tetapi tetap saja gagal dan belakangan petugas baru menyadari sistem IT di perusahaan tersebut sedang bermasalah. Ini menunjukan antara bagian operasional IT dan Customer Service tidak ada komunikasi yang baik.

Masalah-masalah seperti di atas sebenarnya sepele saja, tidak perlu jauh-jauh sekolah ke Harvard apalagi pakai jasa konsultasi pelatihan tingkat dunia, namun karena terlalu dianggap remeh, justru jadi batu sandungan bagi kelangsungan jangka panjang perusahaan. Bayangkan jika ada pesaing yang mampu menawarkan kesempurnaan kerja dengan harga yang sama (tidak perlu diskon) apa tidak akan lari semua pelanggan ke pesaing anda?

Protected by Copyscape Online Plagiarism Checker

Minggu, 04 Juli 2010

Bisnis Jet Pribadi Menangkap Peluang Ceruk Pasar

Ketika pagi ini saya menonton acara bisnis news Metro TV dan melihat berita diluncurkannya salah satu jet pribadi terbaru yang diliput langsung oleh salah satu wartawati Metro TV Marischka Prudence, saya jadi teringat berita hari ini yang ditulis juga oleh harian Kompas cetak mengenai hal yang sama.

Private Jet seharga kalau tidak salah 53 juta dollar Amerika ini, hanya mampu membawa sekitar 19 orang penumpang saja. Namun memiliki fasilitas mewah layaknya suatu private lounge, dari mulai hadirnya penggunaan TV layar datar ukuran besar untuk menonton maupun mengetahui posisi pesawat (dengan bantuan GPS tentunya), layanan WiFi, tempat tidur, sofa dan lain sebagainya.

Namun banyak orang yang bertanya, apakah memang kehadiran bisnis jet pribadi ini sudah menjadi suatu keperluan bagi masyarakat kita? Bagi banyak orang hal ini tentu saja masih dianggap suatu gaya hidup pamer yang tidak menginjak bumi, namun pada kenyataannya, promosi penjualan jet pribadi ini bukan hanya monopoli satu dua perusahaan saja, namun sudah banyak perusahaan, termasuk kabarnya Honda yang beberapa waktu lalu telah meluncurkan jet mini pertamanya yang berorientasi ke pasar jet pribadi.

Jika anda melihat analisa pertumbuhan pasar orang-orang super kaya di Indonesia yang memiliki simpanan deposito / rekening uang (baik valas maupun rupiah) di atas 500 juta hingga 2 milyar rupiah per account, anda akan terkejut jika tingkat pertumbuhannya mencapai sekitar 300 ribu nasabah pada tahun 2009 dan akan mencapai sekitar 400 ribu nasabah pada tahun 2012 (statement salah satu bank Asing). Bandingkan dengan tingkat pertumbuhan setoran pajak pribadi yang tidak sebesar itu.

Hal ini tentu saja merupakan suatu kesempatan / peluang bisnis yang harus ditangkap oleh para pelaku pasar yang bermain di kelas spesifik gaya hidup super kaya. Meskipun memang tidak semua orang kaya doyan hidup bermewah-mewah seperti salah satu pemilik saham bank swasta terbesar, yang hingga kini masih tampil sederhana dan merayakan ulang tahun perkawinannya secara sederhana pula.

Tentu saja para penjual jasa jet pribadi, baik yang terjun dalam bisnis sebagai pihak pedagang pesawat, maupun mereka yang menyewakan jasa jet pribadi secara per jam ataupun harian juga tergiur dengan adanya peluang pasar yang semakin baik tersebut. Boleh percaya boleh tidak, salah satu pusat sentra perbelanjaan super mewah di Jakarta, beberapa bulan terakhir ini sibuk mengubah beberapa ruangannya menjadi butik mobil-mobil super eksotis berharga milyaran rupiah. Artinya, memang ada peluang pasar yang harus ditangkap.

Tentu saja, bermain di ceruk pasar super mewah tetap harus berhati-hati juga, karena layanan ini sifat nya lebih pribadi, tentu saja kualitas pelayanan penjualan hingga layanan purna jual harus tetap yang nomer satu, dan berorientasi kepada pribadi. Karena pelanggan dari pasar jenis ini sangat rewel terhadap hal-hal sekecil apapun. Dan kredibilitas kita menjadi taruhan jika sampai konsumen tidak puas.

Protected by Copyscape Online Plagiarism Checker