Senin, 27 September 2010

Berbisnis secara Agresif, Moderat atau Low Risk?

Dalam dunia bisnis maupun investasi, dikenal pepatah “No Pain No Gain” atau tidak ada keuntungan tanpa risiko. Bahkan ini juga yang berulang kali ditekankan oleh para Fund Manager yang pernah menjadi guru saya ketika belajar investasi tahun 1998 di salah satu sekolah investasi tempat Bapak Hasan Zein Mahmud pernah mengajar.

Lantas bagaimana menerjemahkan hal tersebut ke dalam bentuk model role business yang hendak kita jalani nanti? Karena bisnis dan pasar modal meski berbeda bentuk fisik namun pada prakteknya hampir sama dalam model pengelolaannya.

Pertama-tama, yang harus dilakukan terlebih dahulu, kita harus mengenali terlebih dahulu siapa diri kita, apakah kita seorang risk taker, risk avoider, atau risk accepter. yang pertama cenderung dapat melakukan keputusan bisnis yang sangat agresif, yang kedua cenderung alon-alon asal kelakon alias tidak usah berisiko tinggi yang penting aman, dan yang ketiga cenderung bisa menerima dan mengambil risiko sesuai dengan tingkatan keuntungannya.

Mengapa mengenali diri sendiri mutlak? Ini karena pribadi tiap orang tidak sama, dan segala keputusan bisnis tergantung kepada karakter pribadi pemiliknya. Kecuali perusahaan tersebut sudah besar dan bisa berjalan sendiri tanpa campur tangan pemiliknya serta memiliki visi dan misi bisnis serta value bisnis yang sudah baku.

Berangkat dari sana, barulah coba memahami karakter bisnis yang sesuai dengan karakter kepribadian anda. Orang yang senang berspekulasi dan bersedia merugi besar, tentu tidak cocok menjalankan model bisnis yang bersifat teratur, laba kecil dan padat karya. Karena kerugian akibat tindakan spekulasi dari keputusannya akan terlalu besar dan tidak dapat ditutupi oleh laba perusahaannya yang kecil. Yang susah nanti justru karyawannya dan bisa-bisa demo massal karena terlambat membayar gaji dan thr.

Model bisnis yang cocok untuk orang yang senang berspekulasi dan mengambil keputusan bisnis yang sangat agresif dan cepat adalah bisnis yang cenderung high profit dan low cost operation. Misalnya saja bisnis jenis spekulan bbm, atau bisnis trading model sekali order beli putus. Bisa juga menjalani bisnis padat karya namun bermain di tingkat trader atau pedagang perantara nya, misalnya ada order celana jeans tanpa merek dari Amerika dan ada pabrik kecil yang bersedia mengerjakan low volume quantity namun high quality dengan low budget cost. Anda tinggal menjadi perantara saja, ambil order nya dari luar, dan pesan barangnya dari pabrik tersebut.

Untuk model bisnis moderat, ada banyak sekali lapangan bisnis yang mungkin dan dapat dikembangkan oleh orang-orang berprofil risiko moderat. Misalnya industri karoseri, industri otomotif, dan lain sebagai nya yang membutuhkan kecepatan pengambilan keputusan namun tetap mempertimbangkan faktor-faktor risiko yang ada. Umumnya orang jenis ini berbakat menjadi orang kaya namun melalui proses yang cukup panjang. Karena faktor pertumbuhan bisnisnya tetap concern terhadap risiko yang ada, dan mereka tidak boleh mengambil risiko yang terlalu besar jika tidak ingin bisnisnya gulung tikar.

Sedangkan model risiko profil low risk, condong menyukai role business yang tidak terlalu ekspansif, alon-alon asal kelakon dan yang terpenting stabil dalam pertumbuhannya. Orang seperti ini cocoknya mengambil bisnis dagang sembako, industri pertanian, industri perikanan dan lain sebagainya. Bukan berarti industri perikanan tidak bisa ekspansif, bisa saja, namun pada tataran tersebut anda tidak bisa lagi bermain di level produsennya, namun harus naik ke level pedagang ataupun pedagang perantara.

Manakah model bisnis yang anda pilih, tergantung kepada kepribadian anda sendiri. Selamat berbisnis.

Protected by Copyscape Online Plagiarism Checker

Masa Depan Komputer Pribadi Ada Pada Telefon Selular dan Tablet?

Beberapa tahun yang lalu, orang tidak pernah terpikirkan bahwa suatu saat, telefon selular akan sedemikian kecil dan canggihnya hingga mampu membawa prosessor berkecepatan menyamai netbook dan bahkan memiliki otak ganda serta di masa depan akan menjadi multi core.

Namun dunia bergerak sangat luar biasa cepat, tehnologi cloud computing dan lain sebagainya menjadikan semua pc pribadi tidaklah harus melulu berbentuk PC. Namun dapat berupa semua telefon selular. Ada seorang jurnalis asing yang mencoba melakukan hal itu dengan hanya bermodalkan iPhone 4th Gen sebagai pengganti netbook ataupun iPad nya. Dan beliau dapat melakukan itu (sorry saya lupa baca di mana tapi kurang lebih begitu).

Di sini menjadi titik terang mengapa Samsung ngotot untuk terjun juga ke bisnis tablet, selain daripada mengejar keuntungan semata. Microsoft sendiri berusaha mengejar ketertinggalan itu, selain daripada juga menggalakan sistem operasi Windows Phone7 terbarunya.

Dengan diluncurkannya prosessor selular triple core, seolah turut menjawab ke arah mana dunia personal computing akan bergerak. Saya melihat cepat atau lambat, notebook yang canggih dan desktop akan menjadi bagian dari pengerjaan tugas berat, sementara tugas-tugas office computing dan personal computing yang ringan seperti laporan yang ringan maupun penulisan naskah dan dokumen akan dikuasai oleh generasi smartphone maupun tablet pad.

Apalagi generasi-generasi berikutnya dari tablet maupun smartphone, dari beberapa bocoran di internet dikabarkan sudah ada yang mampu mengerjakan proses olah multimedia full HD 1080p pada mode dual stream. Ini artinya sosok tablet pad pada suatu saat nanti benar-benar akan menggusur pasar netbook ataupun notebook sebagai piranti komputasi pribadi.

Namun apakah benar akan demikian terjadi, kita lihat saja waktu yang akan menjawabnya.

Protected by Copyscape Online Plagiarism Checker

Sabtu, 25 September 2010

Amerika di Ujung Kebangkrutan Total

Menyimak perkataan seseorang baru-baru ini dihadapan banyak orang, bahwa “Amerika sudah kehilangan dominasinya dan hanya tersisa pengaruh sisa kejayaan masa lalunya” patut dicermati secara seksama.

Dari kunjungan beberapa pelaku bisnis baru-baru ini ke Amerika, ditemukan kenyataan satu-satunya jenis industri yang masih bertahan di Amerika tinggal industri hiburan (entertaintment) baik dunia tarik suara maupun seni peran dan perfilman.

Pada kenyataannya jumlah pengangguran di Amerika terus bertambah, dan anak-anak muda banyak yang mengemis-ngemis pekerjaan dan bahkan sebagian besar WN Amerika melarikan diri ke Asia berusaha mencari penghidupan yang lebih layak.

Amerika sendiri tanpa bantuan RRC bisa dipastikan akan kolaps. Karena saat ini negara yang memegang surat hutang pemerintah AS dalam jumlah sangat masif adalah RRC, bayangkan apa yang terjadi jika RRC mendadak melepas semua surat hutang pemerintah USA tersebut.

Jadi lupakan saja mencari green card di Amerika, negara itu sudah menjadi kuburan bagi para pencari mata pekerjaan. Kecuali anda bersedia hidup di apartemen kumuh dan bekerja serabutan entah menjadi doorman, satpam dan lain sebagainya.

Pergerakan harga emas yang terus meroket menembus batas-batas historis tertingginya terhadap US Dollar menunjukan bahwa pamor Amerika semakin meredup. Justru wacana pemotongan angka nol pada rupiah seharusnya diganti menjadi wacana menguatkan pamor nilai tukar rupiah dan ekonomi dalam negeri agar dapat berswasembada tanpa perlu import maupun eksport, dengan demikian kita dapat menjadi negara yang benar-benar merdeka, bukan seperti sekarang yang katanya saja merdeka, namun dari Sabang hingga Merauke telah dikapling-kapling oleh perusahaan milik Amerika, Eropa, Jepang, Korea, RRC, Malaysia, Singapore dan bahkan Thailand.

Amerika mungkin tidak akan menjadi seperti Zimbahwe, namun pastinya kurang lebih akan seperti Russia saat terpuruk secara ekonomi dan finansial beberapa waktu yang lalu. Harus ada perombakan total secara ekstrim baik terhadap gaya hidup maupun sistem ekonominya.

Namun melihat dari perilaku kebanyakan orang Amerika yang konsumtif tanpa di dukung kemampuan finansial yang riil, tentu sulit merubah kebiasaan tersebut. Gaya hidup hemat dan belanja seperlunya masih bukan merupakan pilihan yang disukai oleh kebanyakan dari antara mereka.

Sepertinya bangsa kita pun harus segera sadar dan menyikapi hal ini. Karena budaya konsumtif ala kartu kredit bukan budaya yang patut ditiru, dan harus segera diakhiri. Begitupula dengan budaya pinjam uang untuk urusan non produktif.

Protected by Copyscape Online Plagiarism Checker

Senin, 20 September 2010

Kekuatan Multiplier Effect dari Investasi Berkala

Beberapa waktu yang lalu, seorang teman pernah berkata kepada saya, manakah yang lebih baik, berinvestasi secara teratur / kontinyu tanpa menunggu bursa naik/turun atau menggunakan market timing dengan harapan selalu membeli / berinvestasi saat bursa di titik terendah.

Sejujurnya, dalam buku-buku investasi, dijabarkan bahwa tidak pernah ada seorang market timer yang sempurna. Sejago-jagonya mereka, masih lebih aman dan bagus jika berinvestasi secara teratur seperti yang disarankan oleh banyak para perencana keuangan profesional. Karena dengan berinvestasi secara kontinyu, maka risiko kejatuhan pasar bisa di diversifikasikan ataupun diminimalisasikan.

Lebih jauh lagi, investasi berkala memiliki kekuatan untuk mengikuti trend pertumbuhan ekonomi dan bursa secara mantap ketimbang yang hanya masuk sesekali. Jika masuk sesekali saja, maka akan selalu ada kemungkinan jatuh ke dalam posisi yang salah. Sebaliknya investasi secara teratur selain memperkecil risiko, juga secara jangka penjang menikmati trend kenaikan pasar secara teratur. Ini menjelaskan fenomena kenapa mayoritas investasi reksadana saham yang benar, selalu menanjak tajam setelah jangka panjang (jika fund manager nya bagus). Karena selain mengikuti pertumbuhan ekonomi makro dari pasar, juga mengikuti pertumbuhan ekonomi mikro emitten yang berada dalam diversifikasi portfolio reksadana tersebut. Selain dari pertumbuhan dana yang dinvestasikan oleh semakin banyaknya investor yang masuk ke reksadana saham tersebut. Hal tersebut kurang lebih berlaku sama untuk saham langsung, meskipun jika demikian memang harus lebih hati-hati memilih saham emitten yang ada di bursa agar tidak salah pilih.

Hal ini tidak hanya terjadi pada saham ataupun reksadana saja, namun juga pada produk simpanan seperti deposito. Dari hasil pengalaman pribadi saya selama beberapa tahun, menambah nominal deposito setiap kali jatuh tempo (lebih bagus jika deposito jangka pendek 1 bulanan atau 3 bulanan atau harian jika bisa), melipatgandakan perolehan bunga secara signifikan ketimbang hanya menggandalkan auto rollover tanpa penambahan nominal.

Itu sebabnya pepatah rajin menabung (atau rajin dan rutin berinvestasi pada masa kini) bukan merupakan pepatah yang kuno atau usang, melainkan pepatah yang masih berlaku hingga masa kini.

Protected by Copyscape Online Plagiarism Checker

Senin, 13 September 2010

Kesalahan Strategi Pasar Ponsel yang Fatal

Dicopotnya CEO Nokia baru-baru ini, dan anjloknya harga saham Nokia akibat laporan keuangan yang negatif selama tiga bulan berturut-turut memang suatu kenyataan yang menyakitkan. Terlebih setelah salah satu media asing khusus ekonomi membahas kejatuhan Nokia kali ini sulit untuk mengembalikan posisinya kembali kepada kejayaan di masa lalu.

Padahal sebagai salah satu pemain pasar ponsel kelas dunia, semua orang mengetahui betapa hebat dan canggihnya ponsel Nokia dibandingkan merek-merek lain yang menjadi pesaing pasar terdekatnya. Bahkan bisa dibilang pelopor ponsel jenis kamera dan video juga lahir dari pemain ponsel asal Eropa ini.

Namun demikian, ada masalah klasik yang selalu dilupakan oleh bahkan pemain pasar sebesar Nokia dalam mempertahankan porsi pasarnya. Padahal seperti dikatakan banyak kalangan akademisi di berbagai sekolah bisnis terkemuka, peraturan mainnya untuk mempertahankan juara pasar hanya satu, jangan lupa pasar kelas bawah (low entry market).

Keberhasilan Samsung, LG, menggusur para pemain besar seperti Motorola, Sony Ericsson, dan bahkan Nokia, bukan karena mereka canggih. Memang ada satu dua produk keluaran Samsung maupun LG yang main di pasar kelas atas. Namun perbandingan antara ponsel canggih dan ponsel murah meriah merek Korea tersebut bisa dibilang 1:10.

Ponsel-Ponsel canggih keluaran pabrikan Korea tersebut, hanya dibuat untuk eksistensi brand, dan sarana ekspresi hasil riset dan pengembangan mereka. Bukan untuk membombardir pasar dengan ribuan ponsel canggih tapi hanya bisa dibeli oleh segelintir orang.

Untuk produk canggih, para pemain Korea tersebut lebih suka menjadi supplier bagi para pemain pasar kelas atas seperti Apple dan merek lainnya. Dari mulai layar, hingga prosessor. Ini karena cost of production yang lebih murah dan tetap bisa menutup biaya riset dan pengembangan di laboratorium milik mereka.

Sebaliknya, untuk menjadi penguasa ceruk pasar ponsel kelas atas, diperlukan strategi pendekatan yang berbeda sama sekali. Dari mulai harga yang luar biasa mahal, gaya hidup, kebutuhan eksistensi para pembeli, dan juga sarana multimedia canggih yang sedang menjadi trend. Hal ini baru bisa dipenuhi oleh Apple dan beberapa pemain lain seperti HTC (meski buatan Taiwan tapi merupakan pemain ceruk pasar ponsel cerdas kelas atas).

Motorola sendiri, meskipun beberapa kali berhasil mengeluarkan ponsel-ponsel life style, namun tidak semua produknya sukses di pasaran. Hal ini karena kegagalan pembentukan komunitas yang loyal dan juga kurangnya fokus pada pasar yang digarap. Berbeda dengan Apple yang serius bertahan habis-habisan pada pasar kelas atas dengan mempertahankan harga sekaligus membangun loyalitas pelanggan secara serius dengan berbagai kemudahan dan juga gaya hidup.

Akibatnya para pemain pasar yang hanya berkonsentrasi kepada kecanggihan peranti keras, dibuat tunggang langgang. Contohnya Sony Ericsson yang terpaksa harus menengok penggunaan software Android sebagai basis smartphone (ponsel cerdas) mereka. Itupun mereka harus menghadapi petisi online dari para pelanggan mereka karena keterlambatan upgrade sistem software mereka ke tingkat yang lebih tinggi. Padahal HTC Desire sebagai produk pesaing kuat SE Xperia X10 sudah mendapatkan upgrade software terbaru secara online.

Sementara Apple dengan sangat cerdas segera merilis IOS 4.1 untuk menutupi kekurangan IOS 4.0 dan bahkan tidak lama lagi akan segera mengeluarkan IOS 4.2 untuk menahan gempuran dari pasar Android 2.2 Froyo yang mulai banyak dipakai oleh ponsel cerdas papan atas.

Para ahli pun memperkirakan, dalam dua sampai tiga tahun mendatang, pasar ponsel cerdas akan segera dikuasai oleh pasar Android yang sifatnya open source, karena bisa menekan harga ponsel canggih menjadi lebih murah dan terjangkau oleh pasar secara luas. Itu sebabnya guna menghindari gempuran android, maka Apple pun membuka sarana pengembangan aplikasi kepada pihak ketiga menjadi lebih terbuka dan mudah. Karena pada dasarnya keberhasilan suatu software, adalah pada pasar aplikasinya yang luas dan dapat dikembangkan oleh siapa saja.

Apakah di masa depan, pasar ponsel cerdas memang akan dikuasai oleh ponsel cerdas berbasis Android atau bukan, waktu yang akan menjawabnya.

Protected by Copyscape Online Plagiarism Checker