Senin, 14 November 2011

Mencermati Awan Hitam Badai Krisis Ekonomi

Beberapa waktu yang lalu, pada salah satu acara peluncuran ORI 008 yang diselenggarakan oleh salah satu bank kepada para nasabah prioritasnya, salah seorang ekonom terkemuka yang kebetulan bekerja di bank tersebut sesumbar bahwa Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang kuat, tidak akan terjadi ekonomi kita kolaps seperti Amerika dan Eropa.

Saya pribadi, saat itu sangat menyayangkan statement demikian. Karena pada tahun 2008, kita nyaris bangkrut andai kata The Fed dan pemerintah Amerika tidak buru-buru mengambil kebijakan moneter yang ekstrim untuk membatasi kejatuhan akibat efek domino dari Subprime Mortgage. Saat itu rupiah sudah terkulai ke level 12 ribu, dan bahkan beberapa petinggi bank sentral sudah panik mencari talangan akibat operasi pasar uang yang nyaris gagal.

Perlu diingat, bahwa, tanpa dana talangan dalam bentuk Obligasi Rekap, semua bank di Indonesia sudah habis, tidak ada lagi sisanya kecuali bank-bank asing. Hingga tahun 2003, secara metode Altman Z Score, perbankan di Indonesia masih termasuk kategori default/gagal. Bersyukurlah penilaian gagal tidaknya bank di negara ini tidak menggunakan metode pengukuran demikian yang lazim dipakai untuk mengukur gagal bayar suatu obligasi.

Saat ini, kondisi ekonomi global, belum benar-benar pulih, bahkan jika menggunakan pengukuran analisa tehnikal, kita justru baru memasuki babak baru dari gelombang badai yang lebih besar lagi. Pemulihan bursa dari kejatuhan yang mengagetkan di bulan Oktober, tidak serta merta mencerminkan adanya sinyal pembalikan arah menjadi optimis. Namun baru sebatas tahap tehnical rebound terbatas, sama seperti efek bola yang melambung ke atas saat jatuh membentur tanah.

Jalan panjang pemulihan ekonomi masih panjang, sementara di sisi lain mark up berbagai mega proyek di tanah air melalui korupsi terstruktur dan terorganisir masih terus berjalan, padahal semua itu dibiayai oleh uang negara dan sebagian besar berasal dari hutang-hutang jangka panjang. Padahal kita seharusnya malu dan bercermin dari kegagalan Yunani yang akhirnya bangkrut karena terlalu jor-joran menghamburkan uang saat penyelenggaraan olimpiade.

Berdasarkan publikasi dari CIA mengenai hutang luar negeri Indonesia, saat ini telah mencapai USD 196.1 Billion (per 31 Desember 2010) naik dari USD 172.9 Billion di tahun sebelumnya. Memang jika dibandingkan dengan GDP hutang tersebut belum mengkhawatirkan, masih terbilang aman, bahkan membaik dari 26.4% di tahun 2009 menjadi 25.7% di tahun 2010.

Namun kita tidak boleh lupa, bahwa GDP kita digerakan oleh hanya sekitar maksimum 10 persen dari keseluruhan penduduk. Artinya, kesenjangan sosial dan kemampuan menggerakan perekonomian masih dikuasai oleh orang yang itu-itu saja. Apa jadinya jika kekuatan yang 10 persen itu tiba-tiba mengamankan semua assetnya kembali ke luar negeri seperti yang terjadi pada periode tahun 1997-1999. Karena rata-rata para pemilik modal sudah mengetahui kejatuhan baik ekonomi maupun politik sebelum kejatuhan itu terjadi.

Saat ini krisis hutang Yunani sudah menjalar ke Spanyol dan Italia, bahkan telah menyebabkan banyak terjadinya guncangan-guncangan politik di sana tidak hanya ekonomi. Efek domino akibat krisis hutang negara barat telah menjalar ke mana-mana. Jika situasi dan kondisi semakin memburuk (dan saya pikir kondisi tidak akan benar-benar membaik dalam waktu dekat) akibatnya bisa sangat fatal, kepanikan pasar yang terjadi beberapa waktu yang lalu dengan tumbangnya IHSG sampai nyaris 10 persen dalam sehari, bisa terjadi lagi, bahkan bisa lebih seram lagi.

Sementara di sisi lain, orang-orang yang seharusnya perduli dengan kondisi ini, justru berlomba-lomba sibuk dengan penggalangan dana dan kekuatan politik guna persiapan kampanye di tahun 2014. Sungguh sangat ironis, apalagi kritikan moral dari lembaga semacam KPK justru ditanggapi secara negatif dan emosional oleh sebagian pihak.

Hal ini bisa menjadi bumerang, karena jika kondisi politik dan pemerintahan yang kotor dan korup ini terus dibiarkan berlarut-larut, sementara badai tsunami ekonomi di luar sudah semakin membesar, maka kegagalan suatu negara hanya tinggal tunggu hitungan waktu saja.

Rabu, 12 Oktober 2011

Di Balik Langkah Drastis BI Menurunkan Suku Bunga

Beberapa hari yang lalu, tepatnya hari Selasa 11 Oktober 2011 secara mengejutkan, Bank Indonesia, menurunkan BI Rate ke level 6.5% dari sebelumnya di level 6.75%. Hal ini adalah langkah pertama kalinya penurunan suku bunga di tahun 2011 sejak kenaikan BI Rate pada tanggal 4 Februari 2011 yang lalu.

Langkah ini tentu saja sangat mengejutkan pasar, para ekonom dan pengamat, dan bahkan kalangan bankir baik swasta nasional, swasta asing dan BUMN. Namun tidak semua kalangan terkejut dengan langkah ini. Ada beberapa yang bisa memperkirakan langkah ini, hanya saja semua terkejut karena ini terjadi sebelum tahun 2012, padahal beberapa kalangan perbankan asing memperkirakan penurunan BI rate akan terjadi di kuartal pertama atau kedua tahun 2012.

Namun langkah ini penting dan perlu dilakukan, karena BI kali ini harus lebih proaktif dalam mengantisipasi pasar. Terutama dalam mengantisipasi krisis global yang semakin memburuk dan membebani laju pertumbuhan dan pemulihan ekonomi. Karena dari perkiraan IMF, laju ekonomi global akan melambat menjadi hanya sekitar 4% saja, sementara target pemerintah pertumbuhan harus bisa mencapai 6.6%. Inflasi yang semula menjadi momok, justru akhirnya menjadi kekhawatiran terjadi deflasi.

Sebenarnya langkah berani BI ini, mengundang kerawanan tersendiri, di saat pasar sedang labil, dan para investor cenderung mengamankan asset dollar-nya. Hal ini dikhawatirkan oleh pasar dan juga pengamat dan para ekonom bisa melemahkan rupiah dan menggoyangkan kepercayaan investor.

Hanya saja sebenarnya pasar tidak perlu khawatir. Asalkan saja Bank Indonesia bisa dan mampu menjaga supply dollar di pasar dalam negeri, aktif mengontrol nilai tukar dan aktif menjaga kestabilan pasar surat berharga dan surat hutang negara sebagai standby buyer maka pasar masih bisa mentolerir langkah maju Bank Indonesia ini.

Dan nampaknya hal tersebut yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam beberapa kurun waktu terakhir ini, dari mulai aktif mengintervensi pasar surat hutang, melakukan stabilisasi valas dan juga menjaga supply dollar di pasar dalam negeri. Meskipun langkah mengintervensi pasar obligasi ini mengundang tanda tanya sebagian analisis pasar modal dan perbankan, karena dengan membailout pasar surat hutang, secara tidak langsung kita juga turut membailout investor asing yang sedang memegang surat hutang pemerintah Indonesia.

Namun demikian, langkah intervensi secara proaktif dari Bank Indonesia terhadap pembelian sejumlah surat hutang negara adalah dipandang penting oleh pemerintah sebagai keterlibatan pemerintah dalam menjaga confidence level dari pasar, sehingga para investor tidak panik dan menarik dananya beramai-ramai dari pasar surat hutang negara kita.

Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah, Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, harus tetap berhati-hati dan awas terhadap perkembangan yang terjadi di pasar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Karena situasi sekarang berubah secara cepat dan drastis, belum lagi situasi di pasar uang dan saham yang dipenuhi oleh sejumlah rumor yang turut memperkeruh suasana dan kestabilan pasar. Dengan demikian, kita harapkan semoga para pengambil keputusan tidak salah langkah dalam membuat kebijakan.

Jumat, 07 Oktober 2011

Kejatuhan Rating PIIGS, Quo Vadis Uni Eropa?

Jika masih ada pembaca yang ingat, bahwa kami pernah menuliskan artikel berikut ini “Eropa Pasca Kejatuhan Yunani dan Portugal“ tentu apa yang terjadi sekarang ini bukan hal yang aneh dan mengejutkan. Artikel yang kami tulis lebih dari setahun yang lalu itu, ternyata masih berujung panjang. Ternyata bantuan pinjaman dari Uni Eropa terhadap Yunani tidak menyelesaikan masalah, bahkan semakin lama semakin memberatkan keutuhan Uni Eropa sebagai suatu kesatuan Ekonomi.

Kemarin malam, bursa Amerika diterjang kepanikan, sesudah kredit rating sebagian besar negara-negara PIIGS (Portugal - Irlandia - Italy - Greek - Spain) yang merupakan kawasan Eropa Selatan diturunkan. Sebenarnya, para pemain bursa tidak perlu kaget atau panik, karena hal itu sudah jauh hari bisa diramalkan, sebab esensi terpenting dari suatu ketahanan ekonomi negara adalah pada kekuatan industrinya. Negara-negara anggota Uni Eropa yang bermasalah tersebut sudah lama sebenarnya kalah dalam perang industri. Praktis Industri di Eropa mayoritas dikuasai oleh Jerman, dan Perancis serta mungkin Inggris. Prancis sendiri sebenarnya tidak begitu kuat daya saing industrinya, akan tetapi industri finansialnya masih cukup kuat untuk menopang ketahanan ekonomi mereka.

Namun begitu orang sering melupakan hal-hal fundamental tersebut. Bahkan negara-negara yang tidak memiliki daya saing industri yang kuat itu, sering lupa diri dan menerbitkan surat hutang melampaui daya bayar mereka, ibarat orang memiliki kartu kredit kelas Infinite akan tetapi gajinya hanya kelas PTKP, jelas hal seperti ini bisa mengakibatkan kiamat ekonomi dalam keberlangsungan hidup suatu negara.

Lebih celaka lagi, jika negara-negara yang bermasalah itu terkait dalam suatu kesatuan tatanan ekonomi kawasan, yang melibatkan kerjasama kesatuan mata uang dan perdagangan antar negara. Akibatnya bisa ditebak, gejolak sedikit saja dari negara-negara itu bisa mengakibatkan guncangan yang sangat hebat dalam tata perekonomian kawasan tersebut.

Lantas apakah Uni Eropa masih bisa dipertahankan? George Soros sendiri skeptis dengan hal tersebut, karena jika dipaksakan menghindari default, justru akan meruntuhkan dunia secara keseluruhan. Kami sendiri juga tidak yakin jika Uni Eropa bisa bertahan. Mungkin sebagian besar perbankan Eropa masih bisa selamat (jika memang dana talangan perbankan mencukupi). Namun tidak dengan negara-negara yang bermasalah itu sendiri. Para pemegang surat hutang harus rela mengalami hair cut atas pinjaman yang mereka berikan. Bahkan mungkin pemutihan hutang, alias write off atas hutang tersebut. Dan sebagai gantinya, asset-asset berharga dari negara itu harus rela diambil alih oleh para pemegang surat hutang itu.

Dampak pemotongan peringkat hutang negara-negara Eropa yang terjadi semalam dan mengakibatkan guncangan atas bursa Amerika, walau kecil, kemungkinan hari Senin depan (10 October 2011) akan menimbulkan gejolak lagi terhadap bursa Asia. Walau tidak sehebat beberapa waktu yang lalu ketika bursa Indonesia sempat terjun bebas hingga -8.8%, namun mengakibatkan jangka pemulihan ekonomi menjadi jauh lebih panjang lagi.

Indonesia sendiri harus bersiap menghadapi hal terburuk, karena suntikan-suntikan likuiditas dipasar uang, surat hutang dan saham, tidak pernah menyelesaikan masalah secara tuntas. Karena esensi dasar dari perekonomian ada pada ketahanan industri baik pertanian, perikanan, manufaktur, perbankan dan lainnya. Jika negara-negara yang bermasalah itu mengalami de-industrialisasi, tentu solusinya bukan dengan cara suntikan likuditas, namun harus dengan cara menumbuh kembangkan industri itu sendiri.

Kita pernah mengalami gejala de-industrialisasi, meskipun belakangan industri dalam negeri kita sudah mulai pulih kembali, namun pasar dalam negeri kembali dirusak oleh para pelaku import illegal dan import secara membabi buta tanpa memperhatikan kekuatan ketahanan ekonomi dalam negeri. Apalagi ditambah oleh carut marut birokrasi kita yang menyebabkan RIM pun enggan untuk berinvestasi di Indonesia. Walaupun pasar pengguna handset Blackberry kita adalah salah satu yang terbesar di dunia.

Sudah saatnya pemerintah berhenti untuk saling bersitegang antar departemen dan memperbaiki sikap birokrasi yang kaku. Korupsi dan tumpang tindihnya kebijaksanaan hanya menyebabkan negara ini semakin terpuruk, bukan tidak mungkin suatu saat kita bisa ikut terseret kasus default seperti yang dialami oleh banyak negara maju jika tidak segera berubah.

Kamis, 15 September 2011

Intel Haswell dan Windows 8, Awal Mula Tonggak Era Post PC

Dengan diluncurkannya Intel Ivy Bridge secara resmi oleh Intel Corporation beberapa waktu yang lalu, secara diam-diam, Intel telah memulai merintis awal abad tablet dan smartphone untuk menggeser kedudukan PC sebagai piranti komputasi.

Intel Ivy Bridge yang dirancang dengan teknologi silicon 3D dan tehnik arsitektur prosesor 22nm memang belum secara jelas menggambarkan kesiapan intel memasuki era post pc. Namun dengan meningkatnya performa yang diimbangi oleh peningkatan penghematan daya prosesor, secara tidak langsung, menggambarkan usaha intel untuk mulai diam-diam memasuki pasar komputasi telefon cerdas dan komputasi sabak (tablet).

Namun pengenalan awal akan generasi berikutnya dari prosesor intel yakni Intel Haswell, secara terang benderang langsung menunjukan taring intel untuk terjun langsung bertempur habis-habisan di dunia tablet, smartphone, netbook dan Ultra Book. Daya tahan Intel Haswell yang bisa menghemat pemakaian baterai berjam-jam bahkan hitungan hari, hingga kemampuannya untuk digerakan dengan tenaga panel surya, menggambarkan secara jelas kesiapan intel terjun habis-habisan di dunia komputasi tablet.

Memang hingga saat ini, Intel baru secara resmi mengumumkan prosesor Intel Z670 mereka sebagai satu-satunya prosesor tablet pc. Namun kehadiran Intel Haswell yang mendukung pemakaian hemat energy secara tidak langsung menunjukan kesiapan mereka bertarung habis-habisan menjegal dominasi prosesor ARM di pasar komputer tablet dan smartphone.

Apalagi dengan kehadiran Microsoft Windows 8 yang kemungkinan akan diluncurkan pada masa antara tahun 2012 - 2013 nanti. Perangkat yang digembar-gemborkan akan berhadapan langsung dengan platform tablet keluaran Apple dan Android, jelas menunjukan dunia tengah beralih ke era post PC. Windows 8 dengan antar muka “Metro” yang sangat mendukung sistem layar sentuh dan dukungan pada arsitektur prosesor X86 dan ARM secara nyata menggambarkan dunia yang tengah berubah.

Pada akhirnya, mungkin nanti para eksekutif kantoran dan dokter serta profesional yang tidak terlalu mengandalkan mesin PC yang besar, akan secara perlahan bergeser menggunakan smartphone dan tablet pc menggantikan fungsi pc mereka.

Saya jadi teringat akan seorang kenalan dokter di salah satu rumah sakit di luar negeri, beliau tidak pernah menggunakan PC sama sekali, pada masa itu (tahun 2006) ia hanya menggunakan PDA untuk menyimpan data pasien dan sekaligus mengatur jadwal pekerjaannya. PC hanya ada di bagian administrasi rumah sakit. Jelas ini adalah petunjuk bagaimana secara perlahan dunia mulai meninggalkan PC.

Semoga kemajuan tehnologi ini semakin bermanfaat bagi kita semua, tidak hanya menambah sampah silikon di tempat pembuangan limbah.

Kamis, 21 Juli 2011

Seberapa Perlukah Koneksi LTE di Indonesia ?

Beberapa hari ini, pikiran saya selalu terusik membaca gembar-gembor beberapa provider selular di Indonesia akan rencana mereka melakukan investasi LTE di Indonesia. Bahkan sampai ada yang sudah melakukan ujicoba di dalam negeri bukan sekedar memantau test di luar negeri.

Sejujurnya, LTE tidak bisa memecahkan permasalahan bandwidth bottleneck dari traffic internet di jaringan selular provider-provider tersebut. Bahkan yang terjadi LTE hanya menjadi jargon pemasaran ketimbang layanan jasa yang sesungguhnya.

Mengapa? Karena untuk jaringan HSPA + saja yang bekecepatan 21 Mbps, idealnya sudah lebih dari cukup untuk transfer video streaming youtube kualitas 1080p dan 720p, karena video youtube rata-rata bitrate full hd nya tidak lebih dari 18 Mbps. Kebanyakan hanya sekitar 10 Mbps.

Suatu ironi dan kelucuan yang menyesatkan konsumen layanan jasa broadband selular di Indonesia, karena bahkan rata-rata kecepatan tertinggi jaringan HSPA + maupun DC HSPA (Dual Carrier High Speed Protocol Access) hanya berkisar antara 384 kbps hingga 1 Mbps. Beberapa pengujian pribadi yang saya lakukan menggunakan modem maupun telefon selular HSPA, hanya mentok di speed rata-rata 1 Mbps, kecepatan 2 Mbps sendiri sangat langka, hanya sesekali saat browsing saja, tidak pernah saat download apalagi upload yang rata-rata dibatasi hingga 120 kbps.

Justru, salah satu operator selular besar ada yang mengakui terpaksa menambah jumlah BTS di kawasan Indonesia Timur agar sms tidak mengalami delay. Bayangkan, hanya untuk sms saja masih mengalami delay, apalagi layanan data? Jangankan di kawasan Indonesia Timur, para pengguna selular di Jakarta sendiri sering mengalami lag sms pada akhir tahun / tahun baru ataupun hari raya.

Yang perlu dilakukan oleh para provider selular itu untuk meningkatkan kecepatan akses layanan data dan jumlah pelanggan layanan data, adalah melakukan manajemen bandwidth baik secara sistem, software maupun hardware dan terutama ketersediaan jumlah BTS yang memadai dengan rasio user pengguna di daerah tersebut.

Jangan pikirkan masalah rugi investasi BTS dulu, karena namanya pembangunan infrastruktur BTS jelas memakan biaya tinggi, tapi pikirkan proyeksi investasi jangka panjangnya dan keuntungan jika layanan broadbandnya tercukupi. Percuma membangun satu dua pemancar LTE jika pemakai internet selular bisa mencapai 120 juta penduduk misalnya. Lebih baik seluruh pemancar BTS 3G dan 3.5G dioptimalkan jumlah dan kapasitasnya.

Sampai saat ini belum ada layanan selular broadband yang mendapat respek secara baik oleh mayoritas pengguna, selalu saja muncul keluhan dari mulai blankspot area hingga buruknya kualitas signal dan transfer data.

Bandingkan jika misalkan anda berada di luar negeri, tidak usah dengan Singapore, dengan Thailand saja layanan EDGE mereka rata-rata lebih baik ketimbang layanan 3G kita. Ini suatu bentuk ironi, bahwa kita hanya mengejar investasi semu dan buang-buang uang secara percuma demi mengejar pencitraan perusahaan ketimbang berfikir secara bijak mengenai pemecahan masalah secara total.

Padahal, yang namanya bisnis jasa, sangat tergantung dari kesiapan bagian operasional dan infrastruktur operasionalnya itu sendiri. Tanpa harus dengan gembar-gembor pemasaran yang dahsyat, konsumen sudah cerdas untuk memilih operator yang layanan kualitasnya baik dan terpercaya. Tanpa dukungan jaringan yang baik, hanya mengandalkan jargon LTE, bisa dipastikan itu akan menjadi pukulan balik yang memalukan citra perusahaan itu sendiri. Semoga bisa menjadi bahan renungan bagi semua operator selular.

Kamis, 14 Juli 2011

Jika Amerika benar-benar gagal bayar hutang

Beberapa malam yang lalu, dalam suatu acara pertemuan antar para nasabah private banking di salah satu hotel mewah di kawasan ibukota, mencuat kekhawatiran para pemegang uang bahwa Amerika benar-benar akan mengalami default. Bahkan beberapa investor kelas kakap, sempat gempar ketika pembawa acara menyampaikan bahwa dollar sudah tamat riwayat, dollar is a dying currency, begitu ujar seorang ekonom terkenal.

Padahal, jauh sebelum itu, saya sudah pernah menulis di kompasiana, bahwa suatu saat Amerika akan hancur dan dollar akan jatuh ditinggalkan oleh banyak investor maupun bank sentral di seluruh dunia.

Namun akhirnya waktu juga yang menjawab, kini di hari-hari terakhir ini, begitu banyak investor cemas dan panik akan nasib mata uang yang pernah jaya ini. Akibat kepanikan itu, harga emas diramalkan akan melonjak hingga USD 1600 per troy ounce di akhir tahun.

Saya sendiri termasuk yang percaya, suatu saat harga emas akan terbang ke level 5000 USD per troy ounce, ini bukan mengarang-ngarang, tapi Amerika punya keterbatasan finansial dan cetak uang. Jika Amerika terus menerus cetak uang, sementara kemampuan plafon kreditnya (meskipun dinaikan beberapa kali) juga terbatas, suatu saat mata uang ini akan kolaps dan bernasib sama dengan Zimbahwe.

Sementara hari-hari-hari ini kita semua cemas dan gigit jari menanti keputusan final apakah Presiden Obama berhasil meyakinkan kongres Amerika agar usulannya untuk merevisi budget dan melakukan pemangkasan anggaran, menaikan pajak serta menaikan plafon kredit berhasil disetujui oleh parlemen atau tidak.

Lantas bagaimanakah dengan Indonesia? Apakah negara kita akan terimbas, dan seberapa parah imbasnya bagi negara kita? Pertama-tama harus dilihat dulu, bagaimana struktur makro perekonomian negeri kita yang tercinta ini. Indonesia adalah pengekspor energy dan komoditas, dari mulai gas, batu bara, CPO (minyak kelapa sawit), logam dan mineral hasil tambang serta lainnya. Kita juga mengekspor beberapa kebutuhan sandang, seperti sepatu, pakaian, tas, kulit mentah (untuk diolah menjadi bahan baku tas dan sepatu), dan lain sebagainya.

Saat ini, Amerika masih menjadi salah satu tujuan utama ekspor kita, jika Amerika guncang kembali, tentu saja ekspor kita akan terpukul. Namun kita masih punya pasar dalam negeri yang kuat, meskipun banyak pihak baik pelaku industri maupun pengamat ekonomi pesimis akan kemampuan daya serap pasar dalam negeri. Justru di sini peranan penting pemerintah dalam menjaga stabilitas daya serap hasil industri oleh konsumen dalam negeri untuk terus tetap dijaga.

Di sisi lain, kita adalah importir minyak, sedikit banyak anggaran belanja negara kita ditentukan oleh fluktuasi harga minyak dunia. Jika pertumbuhan ekonomi gagal atau melambat, harga minyak akan turun kembali, dan anggaran pengeluaran negara kita akan membaik. Namun ekspor non minyak kita juga akan terpukul, karena harus dialihkan ke negara lain, atau jika tidak laku, ya terpaksa di konsumsi dalam negeri.

Lantas bagaimana dengan bursa saham dan pasar uang di dalam negeri? Hal ini tidak perlu terlalu dicemaskan, saat ini kita kebanjiran hot money dalam jumlah fantastis sepanjang sejarah. Seandainya pasar terguncang hebat, rupiah dan pasar modal memang akan goyang sebentar, tapi pada akhirnya, pasar akan bersikap rasional, dan kembali memburu asset-asset di emerging market yang memiliki fundamental ekonomi yang sangat kuat. Dan saat ini di seluruh dunia hanya ada dua emerging market yang menarik, yakni Brazil dan Indonesia. Brazil sendiri tidak begitu disukai karena mengenakan pajak atas aliran hot money. Indonesia tidak, tentu saja uang akan lebih deras mengalir ke Indonesia sesudah pasar sadar tidak lagi bisa berharap ke ekonomi negara-negara maju.

Yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah pemerintah kita sudah siap mengantisipasi aliran hot money ini? Saat ini yang benar-benar sangat dibutuhkan oleh para investor adalah ketersediaan infrastruktur dari mulai listrik, jalan raya, jalan tol, rel kereta api, transportasi massal sekelas MRT Skytrain dan MRT Subway selain Busway, dan juga infrastruktur kawasan-kawasan industri di luar jawa agar terjadi pemerataan pembangunan.

Kenyataannya, daya serap kita terhadap aliran hot money ini sangat lemah, bahkan setiap tahun selalu terjadi kelebihan anggaran di mana anggaran belanja tidak terserap oleh daerah karena lemahnya implementasi pembangunan infrastruktur akibat benturan berbagai kepentingan dan proyek-proyek titipan. Semoga kita semua sadar, bahwa pada saatnya kita harus meninggalkan budaya proyek dan korupsi dan mulai memikirkan kemajuan negara kita bersama-sama. Salam.

Jumat, 08 Juli 2011

Change Management: antisipasi, inovasi, dan perubahan, sebagai kunci keberhasilan bisnis dan organisasi dalam jangka panjang

Sepanjang tahun 2008 hingga 2011 ini, kita seringkali melihat nama-nama besar di industrinya masing-masing timbul tenggelam silih berganti. Merek-merek yang di era sebelum krisis 2008 berkibar layaknya jumawa, pada tahun 2011 banyak yang mengalami kerugian dan kejatuhan harga sahamnya. Bahkan ada beberapa merek besar yang diramalkan akan menghilang dalam 20 tahun ke depan.

Berhasil tidaknya suatu bisnis dalam jangka panjang, sangat tergantung kepada visi dari perusahaan tersebut, apakah bisa mengantisipasi perubahan pasar dan mengikuti dan bahkan memimpin arus perubahan selera pasar atau tidak.

Seringkali orang berfikir hanya dari sisi aspek keuangan atau aspek operasional saja, namun melupakan strategi bisnis dalam jangka panjang. Ketika suatu usaha mulai beranjak besar dan menggurita, seringkali melupakan bahwa dalam bisnis tidak ada yang kekal, layaknya suatu bentuk kehidupan akan mengalami fase penuaan dan kemunduran bahkan kematian jika tidak di antisipasi dengan baik.

Benar kita memerlukan quality control ala six sigma quality, dan juga supply chain management yang baik mengacu kepada standar SCOR (Supply Chain Organization Reference) Model, namun itu semua tidak ada artinya tanpa antisipasi perubahan bisnis dan juga inovasi dan perubahan dalam industri itu sendiri.

Sales, dan Marketing Strategic harus merupakan implementasi visi jangka panjang terhadap antisipasi perubahan pasar dan harus berisikan sejumlah inovasi dan perubahan dalam industri tersebut.

Begitupula dengan rencana operasional dan strategi operasional perusahaan, termasuk di dalamnya struktur bangun organisasi perusahaan, harus terus berubah seiring dengan perubahaan pasar yang sangat pesat.

Jika dulu suatu model bisnis lebih berorientasi kepada SILO model, saat ini, suatu bisnis dituntut untuk berubah mengikuti stream model bisnisnya. Ambil contoh, pada industri manufaktur, jika dahulu suatu pabrik terbagi-bagi atas divisi-divisi dari mulai operasional, keuangan, pemasaran, HRD dan lain sebagainya, saat ini banyak industri manufaktur dituntut untuk mengaburkan batasan antar divisi dan melakukan perubahan dalam struktur bidang organisasinya. Ada banyak industri consumer goods dituntut membagi-bagi divisi berdasarkan merek produknya, sehingga tidak aneh jika ada pabrik yang memiliki banyak pegawai keuangan yang terpecah-pecah ke dalam beberapa produk yang berbeda.

Suatu organisasi baik bisnis maupun non bisnis juga dituntut untuk semakin ramping dan fleksibel terhadap perubahan. Ada banyak manajer cabang yang lebih banyak melakukan tugas marketing merangkap operasional dan keuangan dibandingkan waktu yang lalu. Para pekerja dituntut untuk memiliki banyak fungsi dan ketrampilan agar organisasi dapat bertahan terhadap arus perubahan jaman. Ini karena persaingan usaha yang semakin ketat dan beratnya biaya operasional dari tahun ke tahun, sehingga jika suatu organisasi tidak ramping, efisien, dan efektif, maka organisasi tersebut bisa runtuh ke dalam jurang kebangkrutan.

Strategi-strategi pengembangan produk / jasa pun harus selalu mengacu kepada antisipasi perubahan selera pasar tersebut. Contoh paling gampang adalah penjualan bawang. Jika dulu orang banyak yang membeli bawang secara ketengan di pasar, sekarang banyak produk bawang olahan dari mulai bawang goreng hingga serbuk bawang dan juga kapsul berisi ekstrak bawang. Karena ternyata bawang bukan hanya diperlukan sebagai salah satu racikan bumbu dapur, tapi juga menyebar menjadi ramuan obat herbal untuk menjaga kesehatan dan menangkal berbagai penyakit.

Tentu saja dalam menghadapi arus perubahan itu, terkadang banyak individu di dalam organisasi yang tidak siap menghadapi perubahan bisnis dan organisasi. Untuk itu perlu adanya persiapan jangka panjang, dari mulai mempersiapkan orang-orang yang akan menjadi agen perubahan di dalam organisasi, kesediaan para pimpinan perusahaan termasuk komisaris dan pemilik bisnis untuk mengawal dan menjadi pemimpin arus perubahan, hingga fase persiapan perubahan itu sendiri dari mulai pengenalan, penyebaran pengaruh, implementasi hingga sampai ke tahap perubahan itu sendiri.

Siap tidak siap, dunia terus berubah, kita sendiri harus terus berubah, tentu saja ke arah yang lebih baik dan lebih positif. Jangan biarkan virus-virus anti perubahan terus menerus berada dan merongrong garis kebijakan yang telah ditetapkan. Pengaruhi dan ubah virus-virus anti perubahan itu agar mau berubah baik secara sukarela maupun dengan aturan organisasi. Ini agar tahapan transformasi bisnis bisa berjalan sesuai dengan rencana semula dan organisasi bisa berjalan dengan baik dan lancar.

Semoga bisnis dan organisasi anda tetap berkibar di tahun-tahun mendatang, salam perubahan.

Jumat, 24 Juni 2011

Mewaspadai Ancaman Kredit Macet Perbankan

Kurang lebih setahun yang lalu, saya pernah menuliskan artikel mengenai “mewaspadai lonjakan kredit macet di perbankan kita”. Agaknya apa yang saya khawatirkan akhirnya terbukti juga, baru-baru ini salah satu media ekonomi merilis kabar mengenai adanya dua bank asing besar yang NPL nya menyentuh angka 5% dan terancam masuk dalam pengawasan Bank Indonesia.

Bank yang satunya sudah pasti terkena kredit macet di sektor corporate credit, sementara yang satunya lagi masih kurang jelas, apakah terkena kasus di consumer credit seperti KTA ataupun kartu kredit atau justru terkena di kasus kredit korporasi, maklum bank yang satu ini main di semua lini bisnis (wholesale banking).

Padahal justru beberapa waktu yang lalu, salah seorang pejabat tinggi di Bank Indonesia justru menyindir salah satu bank swasta nasional yang cenderung bermain aman dan minim penyaluran kredit. Namun kenyataannya apa yang dilakukan bank tersebut tidaklah salah sepenuhnya.

Pada kenyataannya, benar, sebuah bank harus menjadi agen pembangunan seperti yang pernah saya tuliskan beberapa waktu yang lalu. Namun menjadi agen pembangunan yang seperti apa, dan dalam bentuk penyaluran kredit macam apa yang harus dibahas lebih mendalam lagi.

Memborbardir pasar dengan segala macam kemudahan dan fasilitas kredit, tanpa disertai analisa yang mendalam mengenai model bisnis dan karakter perilaku pelaku bisnisnya, adalah sangat berbahaya. Jika tidak hati-hati, Indonesia justru bisa terjerumus kembali ke model praktik jaman orde baru, di mana jor-joran pemberian kredit menyebabkan kejatuhan yang dalam saat terjadi krisis Asia tahun 1997 /1998 tempo hari.

Itulah pentingnya pengelolaan sumber daya manusia harus diperhatikan benar-benar, jangan sampai kecolongan karena lemahnya faktor sumber daya manusia sehingga menyebabkan bank-bank yang ada mengalami masalah dalam penyaluran kreditnya.

Di sini peran bank sentral sangat diperlukan guna mengevaluasi kembali kebijakan dan peraturan serta pembinaan bank-bank nasional baik swasta maupun BUMN, baik asing maupun lokal. Karena lemahnya pembinaan sumber daya dan kurang optimalnya peraturan bisa menyebabkan instabilitas dalam kerangka ekonomi makro.

Akhir kata, perlu dipikirkan dan dievaluasi kembali, kebijakan penyaluran dan kemudahan kredit seperti apa yang sebaiknya dilakukan dan bagaimana model pelaksanaannya di lapangan agar di satu sisi tidak menghambat pembangunan namun di sisi lain tidak menyebabkan ekonomi dalam kondisi labil dan rapuh.

Minggu, 12 Juni 2011

Swordfish dan Lemahnya Sistem Keamanan Finansial Dunia

Ada yang pernah ataupun sudah pernah menonton film Swordfish? Film action thriller berlatar belakang mengenai aksi meretas sistem keuangan internasional tersebut merupakan salah satu film favorit saya yang tidak pernah bosan saya tonton berulang kali sejak pertama kali saya tonton tahun 2001 lalu.

Film ini mengisahkan bagaimana seorang bos mafia (diperankan oleh John Travolta) yang merekrut paksa seorang mantan hacker (diperankan oleh Hugh Jackman) guna membobol jaringan keuangan internasional melalui aksi peretasan secara online menggunakan beberapa unit super komputer secara bersamaan.

Kisah sukses tokoh Gabriel Shier (John Travolta) memindahkan uang tersebut ke rekening pribadinya di Monte Carlo, mengingatkan kembali kepada penulis mengenai pentingnya sistem keamanan finansial dalam institusi keuangan baik secara sistematis maupun elektronis.

Hal tersebut bahkan terbukti dari peristiwa yang baru-baru ini terjadi di mana sistem keuangan salah satu bank internasional dibobol oleh hacker yang mengakibatkan bocornya data nasabah mereka, dan bahkan kabarnya sistem lembaga keuangan dunia sekelas IMF pun telah berhasil ditembus oleh aksi para peretas online ini. Konon World Bank sampai harus memadamkan jaringan online nya yang terhubung dengan IMF agar tidak ikut dibobol.

Lantas bagaimana dengan di Indonesia? Setelah aksi carder kartu kredit yang marak beberapa waktu yang lalu di Indonesia, awal tahun 2010 lalu pun perbankan Indonesia mengalami kehebohan dengan maraknya aksi fraud dan pembobolan jaringan ATM di beberapa bank di tanah air. Salah satu bank bahkan sampai mengalami kerugian milyaran rupiah akibat aksi penjahat pembobol jaringan ATM ini. Hal ini belum termasuk dibobolnya jaringan internet banking salah satu bank swasta yang agak lumayan besar yang konon sistem keamanannya sangat lemah, namun hal tersebut tidak diakui oleh salah satu bank swasta tersebut.

Padahal aksi hacking baik melalui jaringan internet maupun atm dan transaksi kartu kredit melalui merchant ataupun secara online adalah kejahatan serius yang tidak bisa dianggap remeh ataupun dipandang sebelah mata. Sistem keuangan di Indonesia baik perbankan, sekuritas, asset management maupun asuransi harus bersatu membahas standar kemananan elektronis yang baku dan sangat aman. Karena biaya untuk implementasi dan pengembangan sistem keamanan jaringan sangat mahal, baik dari segi biaya maupun risiko kegagalan jika sampai terjadi pembobolan.

Otoritas moneter dan bursa tidak bisa tinggal diam hanya menyaksikan pembobolan demi pembobolan terjadi, sekarang mungkin masih di luar negeri, namun cepat atau lambat aksi tersebut akan semakin marak di negara lain termasuk kemungkinan marak terjadi di Indonesia. Jika sebelumnya cara pembobolan masih tradisional dengan mengintip password dan scanning kartu atm, beberapa waktu kemudian akan lebih dahsyat lagi jika tidak segera dilakukan antisipasi sejak awal.

Hal ini perlu diingat dan ditekankan berulangkali, karena dunia semakin lapar dan ketimpangan sosial semakin tinggi, sehingga tingkat kejahatan akan semakin tinggi, karena akan lebih banyak lagi orang yang putus asa dan mengambil jalan pintas melalui cara-cara tindak kejahatan termasuk aksi pembobolan sistem keuangan. Semoga kita siap menghadapi tindak kejahatan online yang semakin merajalela ini.

Senin, 16 Mei 2011

Bisnis barang kualitas Super KW (Tiruan) ala Korea

Jika anda penggemar tas bermerek terkenal, ataupun garment dan sepatu terkenal, tahu kah anda, bahwa barang-barang tersebut banyak dipalsukan. Di antara begitu banyak pemalsuan barang-barang berkualitas dan citra rasa seni yang tinggi tersebut, apakah anda tahu, bahwa peniru nomer satu produk-produk terkemuka itu adalah industri pemalsu barang dari Korea.

Barang-barang palsu dan tiruan asal Korea tersebut memiliki tingkat ketrampilan dan kerumitan yang sangat tinggi, nyaris 100% sama dengan barang aslinya. Hanya dibeberapa bagian tertentu nampaknya sengaja dibuat sedikit berbeda dari aslinya, agar orang tetap tahu beda asli dengan palsunya. Namun pemilihan bahan hingga ke model produk semua sama persis.

Jika katakanlah tas merek X asal Italia berharga asli 3 juta - 5 juta rupiah, maka produk super kw asal negeri Ginseng itu bisa berharga 1 juta rupiah. Jauh lebih mahal ketimbang barang tiruan asal RRC yang katanya terkenal mahir memalsukan barang tersebut. Secara kualitas memang barang tiruan nomer satu asal Korea, memiliki tingkat kemiripan dan kualitas yang menyamai produk aslinya, sehingga dihargai lebih mahal ketimbang tiruan produk asal RRC.

Hal tersebut bukan karena orang Korea gemar memalsukan, namun karena mereka memang memiliki keahlian dan kemahiran mengerjakan produk aslinya dan telah lama terbiasa bekerja dalam industri OEM (Original Equipment Manufacture) yang mengerjakan berbagai merek terkemuka dunia. Sehingga ketika kontrak kerja mereka di negara-negara berkembang sebagai tenaga ahli di industri OEM berakhir (kebanyakan merek terkenal memang membuka pabrikan OEM di negara berkembang dengan alasan upah buruh yang rendah), mereka banyak yang berinisiatif membuka sendiri usaha pemalsuan barang berbekal keahlian mereka di masa lalu.

Sebenarnya, hal ini patut disayangkan juga, karena tanpa harus memalsukan barang, mereka punya talenta untuk membuat merek sendiri dengan desain barang tersendiri, namun rupa-rupanya banyak yang memilih mengambil jalan pintas, selain pasarnya lebih jelas, tidak perlu riset dan modal awal yang besar, cukup meniru dan menjual barang-barang tiruan itu di pasar negara berkembang, terutama seperti Indonesia yang penduduknya masih brand minded.

Hebatnya, rata-rata para pemalsu barang ini, sebelum membuat tiruan aslinya, mereka sengaja investasi dengan membeli barang aslinya, lalu kemudian dibongkar dan dipelajari desain, bahan baku dan tehnik pengerjaannya sebelum kemudian dipalsukan dengan kemahiran yang sangat tinggi.

Itu sebabnya, keahlian mereka dalam membuat tiruan nyaris tanpa banding di dunia ini. Seandainya saja mereka mau merintis usaha dengan papan nama sendiri seperti industri elektronik dan otomotif di negara mereka, tentu akan lebih baik lagi.

Jumat, 06 Mei 2011

Sisi Kelam Quantitive Easing dan Ancaman Tsunami Ekonomi

Hancurnya sistem finansial global pada krisis subprime mortgage yang di awali pada kejatuhan di bulan Agustus 2007 dan menjadi krisis ekonomi global di tahun 2008 hingga awal 2009, bukanlah merupakan akhir dari krisis yang pertama kali harus dialami ataupun terakhir kali dialami.

Krisis demi krisis ini hanya merupakan gelombang demi gelombang badai tsunami ekonomi yang semakin membesar dan pada akhirnya bisa menghancurkan seluruh tatanan perekonomian dunia jika tidak disikapi secara bijaksana dan hati-hati.

Program penyelamatan asset-asset keuangan di pasar modal dengan penyuntikan uang secara besar-besaran melalui program Quantitive Easing tahap pertama, bisa dibilang bisa meredam kejatuhan pasar modal dunia ke dalam jurang yang lebih dalam. Namun hal tersebut tidak pernah menyelesaikan masalah yang ada.

Tindakan tersebut hanya sekedar mengobati luka, bukan menyelesaikan akar masalah dari sistem perekonomian yang semakin menderita ketergantungan kepada paper asset dan pengelembungan asset-asset secara fiktif.

Penggelontoran paket stimulus fiskal melalui program Quantitive Easing tahap kedua, dengan tujuan dan maksud agar pemulihan ekonomi berjalan lebih cepat melalui cetak jutaan dollar setiap hari ke pasar finansial, hanyalah upaya memperpanjang nafas sesaat.

Pada intinya ada masalah-masalah yang tidak pernah terselesaikan dalam paket-paket kebijakan tersebut, antara lain, perubahan gaya hidup dan kebangkitan industri riil secara besar-besaran. Yang ada uang-uang tersebut justru menjadi senjata amunisi guna membanjiri pasar finansial di negara-negara berkembang dan senjata spekulasi di pasar komoditas global.

Akibatnya harga minyak dunia kembali terbang ke atas level USD 100-an/barrel selama berbulan-bulan dan harga emas serta berbagai komoditas lainnya termasuk pangan menggelembung ke tingkat yang sangat mengerikan dan membawa dampak inflasi global yang menggerogoti sektor keuangan dan industri di banyak negara termasuk negara-negara dunia ketiga yang menerima banjir uang tersebut.

Nilai tukar dollar sendiri semakin merosot dari hari ke hari, seperti yang pernah kami tuliskan sebelumnya, mata uang ini menjadi semakin tidak populer dan mulai ditinggalkan oleh banyak negara. Hal ini terbukti ketika Russia, Thailand, dan Meksiko beramai-ramai membeli emas sebagai cadangan devisa dalam jumlah yang sangat fantastis mencapai 6 milyar dollar lebih.

Hal ini membawa The Fed sebagai pihak yang dinilai banyak kalangan paling bertanggung jawab terhadap program paket quantitive easing menjadi gamang dan pusing tujuh keliling. Di satu sisi, menyetop program stimulus fiskal dan pengelontoran jutaan dollar ke pasar finansial, akan membawa akibat kemandekan ekonomi karena dunia (tidak hanya Amerika) akan mengalami krisis likuiditas. Namun di sisi lain, cetak uang secara masif juga menjatuhkan dunia ke dalam jurang inflasi berkepanjangan dan krisis komoditas. Walaupun pasar saham menjadi bergerak, namun justru pasar riil tidak terlalu banyak terbantu karena pengangguran tetap merajalela dan ekonomi hanya bergerak sedikit.

Isu kemungkinan akan dinaikannya suku bunga segera saja merontokan harga komoditas baik emas maupun minyak dan perak secara signifikan, dengan pengecualian bahwa jatuhnya harga perak lebih banyak karena kenaikan fasilitas margin, yang membuat banyak spekulan kelas teri terpaksa keluar dari pasar karena takut gulung tikar karena kurang modal.

Isu ini hanya akan terus berputar-putar di sekitaran pasar finansial, namun dengan dampak rontoknya satu per satu industri riil. Karena tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Padahal sebenarnya yang dibutuhkan dalam proses pemulihan ekonomi ini adalah adanya pasar tenaga kerja yang cukup dan industri riil yang dapat menampung baik tenaga kerja maupun berproduksi secara masif guna mencukupi kebutuhan konsumen.

Sebab yang namanya proyek-proyek pembangunan infrastruktur hanyalah bersifat sementara, begitu pula dengan berbagai pekerjaan sementara yang diciptakan hanya untuk meredam angka pengangguran, karena begitu stimulus ekonomi ini berakhir, dan mereka tidak bisa diserap oleh pasar, maka yang terjadi justru angka pengangguran akan kembali membengkak dan krisis kembali berulang. Kalaupun banyak yang mengatakan angka pengangguran telah berhasil diturunkan, itu hanya sementara, pada kenyataannya, banyak yang tidak mau melamar kerja karena sudah putus asa akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan yang layak.

Celakanya dengan Indonesia, kita terpukau oleh gelontoran uang panas hasil stimulus dari negara lain, dan sudah bangga dengan indikator-indikator semu. Sementara industri riil kita menjerit akibat banjir barang dari negara lain, dan lebih parahnya, daya saing industri dalam negeri semakin merosot, baik karena kurangnya modal, infrastruktur yang buruk, proteksi industri yang memadai dan lain sebagainya termasuk juga impor-impor illegal dari berbagai negara yang masuk melalui jalur-jalur yang dikuasai oleh oknum-oknum tertentu.

Sementara itu angka pengangguran tidak juga berhasil diredam ke tingkat yang relatif aman. Semakin hari angka kejahatan semakin meningkat, premanisme semakin meningkat, dan korupsi serta pemerasan oleh aparat maupun oknum-oknum birokrat semakin meningkat.

Sedikit demi sedikit mulai banyak pabrik yang gulung tikar, ataupun melakukan perumahan karyawan, padahal bulan puasa dan lebaran sudah di depan mata, lebih celakanya lagi, uang panas itu kemungkinan akan pulang kembali ke negara asalnya dalam waktu dekat, sehingga krisis semakin tidak terhindarkan. Walaupun ada kemungkinan paket stimulus QE3 akan segera digelontorkan saat paket QE2 berakhir bulan Juni, namun tetap ada jeda waktu di mana uang panas itu harus kembali dulu ke negara asalnya.

Saat ini, Indonesia hanya benar-benar ketergantungan dari industri pasar modal dan industri kreatif yang walaupun masih kecil namun mulai menunjukan geliatnya. Sementara industri manufaktur dan pangan masih menunjukan tanda-tanda yang kurang menggembirakan. Jangan ditanya soal industri transportasi dan logistik yang mengalami pukulan paling hebat, terutama karena kenaikan harga minyak dan kacaunya infrastruktur transportasi dan logistik.

Apakah kita ke depannya akan melakukan perubahan demi mengantisipasi badai tsunami ekonomi yang mungkin akan terjadi lagi atau tetap diam saja tanpa membuat keputusan yang berarti, tentu saja ini semua berpulang kembali kepada kepemimpinan nasional kita.

Sabtu, 02 April 2011

Kasus MD - Pentingnya Mereview Ulang Konsep Perbankan Prioritas

Beberapa hari terakhir ini, ketenangan dan kepercayaan para nasabah bank terhadap sistem perbankan nasional di tanah air diguncangkan oleh kasus pembobolan bank yang menghantam bank-bank di tanah air, baik bank asing maupun Bank BUMN.

Jikalau pembobolan bank-bank BUMN dilakukan oleh para nasabah debitur bekerjasama dengan orang dalam, ataupun melibatkan non nasabah dengan orang dalam. Sementara kasus yang menimpa bank asing merupakan murni pembobolan account para nasabah prioritas oleh Relationship Manager-nya sendiri.

Selama ini demi mengejar target penambahan dana pihak ketiga dalam jumlah besar, bank-bank di tanah air baik Bank Swasta Asing dan Non Asing maupun Bank BUMN telah terjebak dalam euforia Perbankan Prioritas tanpa mengerti dan memahami konsep Perbankan Prioritas.

Mereka beramai-ramai mencontek style Private Banking ala Bank - Bank Swiss tanpa memahami konsep dasar dalam membangun sistem perbankan prioritas yang aman, terpercaya, bersahabat dan baik. Seringkali para Relationship Manager bekerja tidak sebagaimana fungsi semestinya. Ada yang mirip seperti pesuruh pribadi ataupun asisten pribadi, ada yang bekerja mirip seperti sales di toko, ada juga yang bekerja mirip seperti akuntan pribadi.

Padahal seharusnya para Relationship Manager bekerja sebagaimana layaknya fungsi utamanya, yakni menjaga relasi hubungan baik antara perbankan dan nasabah dan membantu nasabah mengelola dananya agar mencapai hasil investasi yang optimal.

Para relationship manager seharusnya juga tidak diberikan kewenangan yang terlalu besar apalagi tanpa kontrol dalam melakukan segala kegiatan yang berhubungan dengan transaksi keuangan. Karena hal ini dapat memicu munculnya kasus fraud terhadap dana nasabah.

Besarnya pengelolaan dana nasabah, juga seharusnya membuat bank membangun sistem audit baik keuangan maupun audit terhadap gaya hidup para relationship managernya secara maksimal. Terutama di tahap-tahap awal seleksi calon pegawai, harus benar-benar dilakukan pemeriksaan psikologis secara menyeluruh, karena biasanya bibit-bibit perilaku menyimpang dari calon pegawai bisa terbaca dan terdeteksi sejak dini pada tahapan seleksi wawancara dan pemeriksaan psikologis kepribadian.

Adalah salah jika tujuan bank hanya mengejar profit semata seperti yang terjadi belakangan ini, di mana penerimaan pegawai atas landasan orientasi target semata, tanpa mempertimbangkan faktor kejujuran dan loyalitas bekerja karyawan.

Sebab pengawasan yang lemah dan seleksi karyawan secara serampangan justru akan menjadi bumerang yang kelak menyerang bank itu sendiri di kemudian hari.

Begitu pula dengan sistem operasional di dalam perbankan prioritas, seharusnya tetap memperhatikan konsep kehati-hatian perbankan, dan tetap melibatkan nasabah, tidak seluruhnya dibebankan tugas tersebut kepada para relationship manager. Lagipula para relationship manager tetaplah manusia, mereka juga punya faktor kelelahan, godaan gaya hidup, dan terutama emosi.

Akhir kata, semoga kasus MD ini menjadi pelajaran berharga yang sangat mahal bagi industri perbankan prioritas dalam mengevaluasi kembali sistem prosedur kerja mereka, terutama juga sistem audit mereka. Salam.

Senin, 28 Februari 2011

Kembalikan Fungsi Bank Sebagai Agen Pembangunan

Belakangan ini jarang sekali didapati bank-bank yang memberikan kemudahan kredit ataupun pinjaman modal kepada para pengusaha kecil. Baru sesudah krisis finansial global 2008 kemarin bank-bank berebut mencari nasabah kredit dari sektor UMKM maupun pengusaha-pengusaha bermodal kecil lainnya.

Namun itupun masih banyak tantangan dan halangan yang dihadapi, dari mulai tuntutan lama usaha, jaminan pinjaman yang memadai dan lain sebagainya. Belum lagi masalah tingginya suku bunga kredit dan masalah kesulitan nasabah menyusun rencana pengembangan dan neraca keuangan perusahaan secara baik dan benar.

Berkaca dari kasus salah satu direktur bank BUMN yang dipenjara karena kasus pemberian kredit yang menjadi macet, semakin menciutkan nyali para bankir utamanya bank-bank plat merah untuk memberikan kredit bagi para pengusaha yang memiliki bisnis kurang prospektif. Padahal setelah berjalan sekian lama, justru kasus kredit macet yang menyebabkan sang direktur Bank BUMN itu masuk penjara, justru berubah menjadi kredit lancar setelah diadakan proses negoisasi ulang dan penjadwalan ulang proses pelunasan hutang tersebut.

Padahal sang tokoh pimpinan bank tersebut, didakwa oleh jaksa yang tidak mengerti seluk-beluk perbankan dan ekonomi, sebagai koruptor. Sementara dalam dunia bisnis adalah lumrah jika terjadi kemacetan pembayaran kredit, dan bukannya harus terburu-buru diklaim sebagai kelalaian, melainkan harus diselidiki terlebih dahulu mengapa bisa macet, dan apa faktor-faktor penyebabnya.

Proyek-proyek besar skala nasional sekalipun, banyak yang pembayarannya terkadang memerlukan penjadwalan ulang karena satu dan lain hal, terutama seperti krisis ekonomi tahun 1997-1998 ataupun krisis finansial tahun 2008. Dan itu lumrah-lumrah saja, kecuali memang sejak awal riset kreditnya tidak feasible.

Secara tidak langsung, hal ini telah menyebabkan banyak bisnis-bisnis jangka panjang dan strategis jatuh ke tangan perbankan asing, yang justru melihat celah dan kesempatan ini karena ketakutan tersendiri dari kalangan perbankan lokal, dan tidak ditunjang oleh regulasi dari otoritas perbankan itu sendiri.

Dan ini sangat berbahaya sekali, karena jika terjadi masalah, maka perusahaan-perusahaan lokal akan dengan sangat mudah berpindah tangan menjadi milik asing dan atau dicaplok oleh perusahaan tandingannya.

Jika dulu pada masa-masa awal kemerdekaan hingga orde baru kita banyak melihat industri-industri strategis maupun para pedagang kecil dibiayai oleh perbankan lokal, sekarang sulit sekali melihatnya. Banyak pengusaha yang butuh permodalan yang kuat, namun tidak ada perbankan yang mau turun tangan kalau tidak ada jaminan ataupun melihat ketidaksanggupan usaha tersebut membayar suku bunga kreditnya yang sangat tinggi.

Sebagai contoh, industri garmen dan alas kaki, seringkali dipandang sebelah mata oleh perbankan lokal dan dikatakan sebagai sunset industry, padahal apa itu definisinya sunset? Apakah mereka mengerti bahwa industri seperti ini memang cenderung untungnya kecil, namun pembayaran justru lebih lancar, karena material dan bahan baku sudah didukung oleh principal ataupun pembeli dan diberikan kemudahan jaminan letter of credit (L/C). Apalagi jenis industri ini paling lama term pembayarannya adalah sekitar 45 hari.

Ketidaktahuan akan hal-hal seperti ini yang pada akhirnya bisa memukul balik perekonomian kita yang terlalu kapitalis dan berorientasi kepada pasar modal. Hanya mementingkan untung dan rugi, tidak memperhitungkan pembangunan ekonomi secara jangka panjang. Padahal kita perlu penyerapan tenaga kerja secara masif guna meredam angka pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Belum lagi masalah tingginya suku bunga di tanah air, dengan berbekal alasan inflasi lantas dilakukan pembiaran rezim suku bunga.

Padahal inflasi bisa diredam tidak melulu hanya dari suku bunga, melainkan juga perbaikan sarana infrastruktur, regulasi, kebijakan-kebijakan jangka panjang dan lain sebagainya yang saling berkait satu sama lain. Untuk itu penting kiranya semua menteri dan departemen terkait duduk satu meja membicarakan dan mengkomunikasikan permasalahan yang ada bersama-sama, tidak lagi jalan sendiri-sendiri.

Seringkali kenyataan di lapangan didapati, kebutuhan akan material bahan baku terhambat karena regulasi dari salah satu instansi kementrian tidak mendukung proses kerja yang dibutuhkan. Padahal kalau saja antar instansi dan departemen saling mau bekerjasama dan membangun strategi yang saling mempercepat proses kerja, tentu tingkat pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik lagi dari tahun-tahun sebelumnya.

Untuk itu kembali lagi kepada permasalahan awal, perlu digalakan koordinasi antar instansi dan pengembalian fungsi perbankan sebagai agen pembangunan, agar hambatan-hambatan dalam ekonomi dalam negeri bisa diperbaiki dan taraf kehidupan rakyat dapat lebih membaik.

Protected by Copyscape Online Copyright Protection

Rabu, 23 Februari 2011

Strategi Kolaborasi Microsoft dengan Nokia, Bunuh Diri atau Kebangkitan?

Bersamaan dengan diumumkannya rencana jangka panjang kerjasama antara Microsoft dengan Nokia dalam bentuk strategi pasar smartphone Windows Phone 7, banyak komentar-komentar sinis dan pesimis akan masa depan telefon genggam yang satu ini.

Namun demikian tidak sedikit analis pasar yang setuju dengan rencana kerjasama antar kedua brand besar tersebut, karena di pasar software nama besar Microsoft masih merajai meskipun sedikit demi sedikit mulai digerogoti oleh para pesaingnya, hanya saja untuk urusan smartphone, operating system Windows Phone sudah mulai ditinggalkan oleh para developer smartphone.

Sedangkan Nokia sendiri, secara statistik masih merajai pemasaran telefon genggam di seluruh dunia, meskipun pasarnya semakin mengecil dan di arena high end smartphone sudah mulai dihantam oleh para pesaing beratnya dari mulai Apple hingga berbagai macam merek smartphone berbasis Android OS.

Nokia secara Supply Chain Management masih merupakan rajanya di bisnis ini, ketersediaan jalur-jalur pasokan dan distribusi yang solid serta marketing yang gencar masih merupakan yang terbaik meskipun sekarang sudah mulai dikalahkan oleh Apple yang sukses membangun kerjasama yang baik dengan para retailer dan membangun komunitas yang solid.

Hanya saja, sangat disayangkan jika guna meraih kembali kejayaan di pasar smartphone Nokia harus repot-repot mengambil jalan pintas berkolaborasi dengan Microsoft. Sebab Nokia memiliki Ovi Store yang dipersiapkan untuk menghantam Apple Store dan iTunes.

Justru seharusnya Nokia mendevelop sendiri software-nya secara in house, agar mampu bersaing melawan Apple baik dari segi biaya produksi maupun stabilitas operating system. Sebab banyak keunggulan Apple justru didapat dengan membangun komunitas sendiri dan in house development. Bahkan hampir seluruh piranti Apple hak cipta dan desain hardware nya ada pada Apple Inc.

Mungkin dengan berfikir lambatnya pengembangan MeeGo dan Symbian^3/Symbian^4 serta kesulitan-kesulitan dalam pengembangan komunitas yang ada, menjadikan Nokia mengambil jalan pintas strategi kolaborasi ini, apalagi CEO yang sekarang merupakan eks orang Microsoft.

Memang jalan masih panjang, dan sesuai janji Nokia dan Microsoft sendiri, smartphone hasil kolaborasi ini akan tersedia dalam berbagai variasi harga dari mulai murah hingga mahal. Jadi kita lihat saja, apakah hal ini akan berhasil atau tidak, semoga saja masalah pada update operating system Windows Phone 7 tidak menjadi batu sandungan bagi pengembangan kolaborasi ini.

Jumat, 28 Januari 2011

Quality at affordable price

Perhaps, none of person who work in European car manufacture ever realize that some day cheap Japanese car can crush their market share in luxury premium class sedan. But instead of worrying their rival from Japan, most people who work in European car manufacture still think that most luxury market belongs to them.


Until someday, when Toyota launched Lexus for the first time, and Nissan released Infinity to global market and Honda start with Acura, then everything change and turn European car manufacture market from majority into common and some even into minority player.


The success behind those Japan car manufacture is not about how good they are, but it's all about reliability at affordable price, good enough but still can save some money in your pocket.


It is the same condition now with Korean manufacture. In the past, most Asian country still think Korean car manufacture is nothing except problem. But these day, manufacture from Hyundai and others can prove with some new model that slowly but sure change that image.


Even in the electronic industries, most of Korean company already a big problem for Japan electronic manufacture like Sony, Pioneer, Panasonic and others.


Slowly but sure, some Japan electronic manufacture have use some parts from Korean company. Even company like Samsung has conquer some Japan model, like LED Samsung C9000 has been a serious threat for Sony Bravia NX series.


This is something that 10 years ago none of us will believe that it would be happen someday.


But if you think that is enough, then you are wrong. Now even China company already start their revolution in high end industry. From stealth jet fighter that use some parts from Russia, to electronic industry like Changhong. Yes, Changhong, even I laugh when first time my friend said that brand.


In reality, Changhong did the same path like first time LG do. Both of them, for the first time, play in low class segment, but day by day, they start to improve their skill, their knowledge and even their vision.


My lecture in management school ever asked, "what is the difference between USA company and Japan company?". The Japan and most Asia company, they change step by step, doing some evolution not revolution.


It is the same situation that actually apply in our country. Do you know Toyota - Kijang? Have you ever know, that before it evolute into Toyota - Innova, it was a trial project using some unused engine parts from Toyota? I even surprised that the old Toyota Kijang from first generation that once used by my neighbor was a project car. But imagine how far that evolution has become from trial-error project into fly by wire MPV?


Yes, these day the new Innova use fly by wire technology in their gas throttle like many modern car these day. It is something that even the first team who build Kijang never dream of. And because of that, many driver still do wrong how to drive their car in correct way, instead of push the gas pedal slowly, they still do in hard way like it was in old days, and they complaining about how fast the fuel drop, that actually happen because their bad driving skill.


Now the lesson that we can learn from this story are:

  1. Major people in the end still look for price, even in luxury market, if there is a goods/services that can give pleasure and satisfy them both in quality and affordable price, consumer will do pick up that thing.
  2. Industry need to do evolution, if not, they will lag behind or die in market competition.
  3. To stay in very niche luxury / premium market, you cannot stand only with quality, but have to use many things, from prestige and exclusivity, lifestyle, community (like most brand name use this day), and later, fanatism. Because in the end, only fanatism can bend your logic :)


Protected by Copyscape Online Plagiarism Detector

Minggu, 02 Januari 2011

Sekilas Outlook Perekonomian 2011

Sidang Pembaca yang terhormat, tidak terasa kita telah memasuki di hari ketiga tahun 2011. Melihat dan merasakan apa yang telah kita alami selama tahun 2009 dan 2010, penting kiranya bagi kita untuk semakin mencermati dan mengevaluasi strategi bisnis yang tepat guna menghadapi permasalahan di tahun 2011 ini.

Berikut, kami akan menyampaikan sekilas mengenai perkiraan kondisi perekonomian di tahun 2011 yang penuh tantangan ini:

  1. Inflasi => Diperkirakan tingkat inflasi tahun 2011 akan semakin naik, terutama dengan melonjaknya inflasi di akhir 2010 akibat kenaikan harga komoditas pangan terutama cabai, dan juga faktor cuaca ekstrim yang menyebabkan penurunan produktivitas di sektor pertanian. Faktor spekulasi dan permintaan di pasar minyak juga menyebabkan lonjakan harga komoditas tambang yang turut memicu inflasi secara global.
  2. Nilai tukar => Dollar diperkirakan akan tetap lemah terhadap beberapa mata uang utama dunia lainnya karena pemerintah Amerika akan terus mengintervensi pasar dengan pembelian kembali berbagai surat berharga milik mereka dan juga terus-menerus dilakukannya cetak uang guna membiayai defisit perekonomian Amerika yang semakin membengkak, sementara pelarian modal ke negara-negara emerging market terutama Indonesia terus terjadi sebagai dampak memburuknya pasar ekonomi Eropa dan belum stabilnya perekonomian Amerika.
  3. Pasar Modal => Laju indeks saham gabungan diperkirakan akan semakin meroket akibat euforia pasar saham disebabkan banjirnya hot money dari Amerika dan Eropa dan sejumlah investor global, sehingga menimbulkan ketegangan yang sangat tinggi di pasar modal, di mana harga saham akan semakin tidak wajar dan menimbulkan risiko kejatuhan yang sangat tinggi jika indeks terus menerus melaju tanpa disertai koreksi yang wajar. Selain itu kenaikan harga SUN (Surat Utang Negara) sudah mencapai level puncaknya akibat pembelian oleh asing secara terus menerus semenjak tahun 2009, dan menyebabkan imbal hasil yang ditawarkan tidak menarik lagi. Jika inflasi ternyata melebihi ekspetasi pasar, dikhawatirkan harga SUN akan jatuh karena faktor kemungkinan naiknya suku bunga perbankan.
  4. Perbankan => Persaingan di dunia perbankan akan semakin ketat dan tinggi, ditandai dengan merger dan akuisisi sejumlah bank, dan turunnya peringkat salah satu bank menjadi BPR akibat tidak mampu memenuhi ketentuan modal wajib mininum. Ketentuan pengumuman suku bunga pinjaman bagi nasabah utama (prime lending limit) untuk perbankan juga dinilai akan merugikan sejumlah bank yang struktur permodalan dan pendanaannya didanai oleh dana deposito jangka panjang. Karena dengan demikian para pesaing maupun nasabah kredit akan segera mengetahui bentuk struktur pembiayaan bank tersebut sehingga melemahkan daya saing bagi bank-bank itu, sebab dipastikan nasabah akan lari mencari bank yang bunga pinjaman kreditnya paling rendah. Sehingga bank-bank dipaksa untuk berfikir lebih cerdas dalam mencari keuntungan usaha baik dengan cara menurunkan suku bunga pinjaman ataupun cara lainnya jika ingin tetap bertahan.
  5. Industri Manufaktur => Masuknya barang-barang import baik yang legal maupun illegal dari RRC, kenaikan tarif listrik dan UMR (Upah Minimum Regional) di dalam negeri dan melambatnya pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara tujuan ekspor, akan menghambat pertumbuhan industri manufaktur dalam negeri terutama mereka yang sangat mengandalkan pengerahan tenaga kerja manusia secara masif seperti industri tekstil / garment dan industri alas kaki. Hal ini akan semakin diperparah oleh pembatasan BBM bersubsidi di mana biaya operasional kendaraan operasi sebagai sarana transportasi baik bus karyawan maupun transportasi internal perusahaan akan membengkak. Dalam hal ini perusahaan harus mulai berfikir penggunaan outsourcing transportasi umum berplat kuning sebagai alternatif transport dan juga penggunaan 3rd party logistics sebagai sarana pengiriman barang baik ke dalam maupun luar perusahaan.
  6. Industri Otomotif => Pembatasan BBM bersubsidi dan pajak progresif juga ditengarai akan memukul sejumlah industri otomotif dalam negeri, selain itu perusahaan juga dituntut melakukan subsidi silang penjualan kendaraan bermotor roda dua dengan kendaraan bermotor roda empat agar pembatasan BBM bersubsidi tidak sampai memukul drastis profit penjualan secara keseluruhan.
  7. Industri Tambang => Tahun ini merupakan tahun berat dan juga tahun kesempatan bagi industri tambang baik dalam maupun luar negeri. Kenaikan harga minyak dunia yang drastis mendekati 100 USD/Barrel memicu kenaikan harga komoditas tambang di seluruh dunia, namun di sisi lain semakin sulitnya ditemukan sumber tambang baru dan tingkat keberhasilan penambangan baru yang semakin rendah turut memperbesar risiko kegagalan industri tambang, meskipun akan menaikan harga bahan tambang secara drastis sebagai dampak kompensasi kelangkaan sumber daya mineral yang semakin susut di seluruh dunia.
  8. Industri Logistik => Di tahun 2011, tantangan dunia logistik akan semakin berat, meskipun pemerintah berencana tidak menaikan BBM bersubsidi, dan mengijinkan industri pelaku logistik yang masih memakai plat hitam untuk konversi ke plat kuning, namun secara keseluruhan biaya operasional logistik akan naik, karena kenaikan UMR dan juga biaya-biaya lainnya. Faktor hidden cost terutama soal biaya siluman di perjalanan maupun pengurusan barang juga menjadi concern bagi dunia logistik tanah air. Dalam hal ini KPK dituntut untuk lebih proaktif memberesi carut marut biaya siluman di sejumlah departemen agar tidak memukul industri tanah air.

Demikian sekilas pandangan kami akan tantangan di tahun 2011 ini, semua ini baru hanya pandangan sekilas semata karena keterbatasan waktu untuk melakukan riset yang lebih mendalam, namun kami berharap baik para pelaku usaha dan pemerintah duduk satu meja memberesi masalah birokrasi yang menjadi hambatan utama berbisnis di tanah air. Karena masalah terbesar adalah masih berkisar di soal kesimpang siuran kebijakan pemerintah dengan kepentingan dunia usaha.

Jakarta, 3 January 2011
The Alexindo Management Consulting
The ALJORB INVESTMENT GROUP Ltd

Protected by Copyscape Plagiarism Detector