Jumat, 24 Juni 2011

Mewaspadai Ancaman Kredit Macet Perbankan

Kurang lebih setahun yang lalu, saya pernah menuliskan artikel mengenai “mewaspadai lonjakan kredit macet di perbankan kita”. Agaknya apa yang saya khawatirkan akhirnya terbukti juga, baru-baru ini salah satu media ekonomi merilis kabar mengenai adanya dua bank asing besar yang NPL nya menyentuh angka 5% dan terancam masuk dalam pengawasan Bank Indonesia.

Bank yang satunya sudah pasti terkena kredit macet di sektor corporate credit, sementara yang satunya lagi masih kurang jelas, apakah terkena kasus di consumer credit seperti KTA ataupun kartu kredit atau justru terkena di kasus kredit korporasi, maklum bank yang satu ini main di semua lini bisnis (wholesale banking).

Padahal justru beberapa waktu yang lalu, salah seorang pejabat tinggi di Bank Indonesia justru menyindir salah satu bank swasta nasional yang cenderung bermain aman dan minim penyaluran kredit. Namun kenyataannya apa yang dilakukan bank tersebut tidaklah salah sepenuhnya.

Pada kenyataannya, benar, sebuah bank harus menjadi agen pembangunan seperti yang pernah saya tuliskan beberapa waktu yang lalu. Namun menjadi agen pembangunan yang seperti apa, dan dalam bentuk penyaluran kredit macam apa yang harus dibahas lebih mendalam lagi.

Memborbardir pasar dengan segala macam kemudahan dan fasilitas kredit, tanpa disertai analisa yang mendalam mengenai model bisnis dan karakter perilaku pelaku bisnisnya, adalah sangat berbahaya. Jika tidak hati-hati, Indonesia justru bisa terjerumus kembali ke model praktik jaman orde baru, di mana jor-joran pemberian kredit menyebabkan kejatuhan yang dalam saat terjadi krisis Asia tahun 1997 /1998 tempo hari.

Itulah pentingnya pengelolaan sumber daya manusia harus diperhatikan benar-benar, jangan sampai kecolongan karena lemahnya faktor sumber daya manusia sehingga menyebabkan bank-bank yang ada mengalami masalah dalam penyaluran kreditnya.

Di sini peran bank sentral sangat diperlukan guna mengevaluasi kembali kebijakan dan peraturan serta pembinaan bank-bank nasional baik swasta maupun BUMN, baik asing maupun lokal. Karena lemahnya pembinaan sumber daya dan kurang optimalnya peraturan bisa menyebabkan instabilitas dalam kerangka ekonomi makro.

Akhir kata, perlu dipikirkan dan dievaluasi kembali, kebijakan penyaluran dan kemudahan kredit seperti apa yang sebaiknya dilakukan dan bagaimana model pelaksanaannya di lapangan agar di satu sisi tidak menghambat pembangunan namun di sisi lain tidak menyebabkan ekonomi dalam kondisi labil dan rapuh.

Minggu, 12 Juni 2011

Swordfish dan Lemahnya Sistem Keamanan Finansial Dunia

Ada yang pernah ataupun sudah pernah menonton film Swordfish? Film action thriller berlatar belakang mengenai aksi meretas sistem keuangan internasional tersebut merupakan salah satu film favorit saya yang tidak pernah bosan saya tonton berulang kali sejak pertama kali saya tonton tahun 2001 lalu.

Film ini mengisahkan bagaimana seorang bos mafia (diperankan oleh John Travolta) yang merekrut paksa seorang mantan hacker (diperankan oleh Hugh Jackman) guna membobol jaringan keuangan internasional melalui aksi peretasan secara online menggunakan beberapa unit super komputer secara bersamaan.

Kisah sukses tokoh Gabriel Shier (John Travolta) memindahkan uang tersebut ke rekening pribadinya di Monte Carlo, mengingatkan kembali kepada penulis mengenai pentingnya sistem keamanan finansial dalam institusi keuangan baik secara sistematis maupun elektronis.

Hal tersebut bahkan terbukti dari peristiwa yang baru-baru ini terjadi di mana sistem keuangan salah satu bank internasional dibobol oleh hacker yang mengakibatkan bocornya data nasabah mereka, dan bahkan kabarnya sistem lembaga keuangan dunia sekelas IMF pun telah berhasil ditembus oleh aksi para peretas online ini. Konon World Bank sampai harus memadamkan jaringan online nya yang terhubung dengan IMF agar tidak ikut dibobol.

Lantas bagaimana dengan di Indonesia? Setelah aksi carder kartu kredit yang marak beberapa waktu yang lalu di Indonesia, awal tahun 2010 lalu pun perbankan Indonesia mengalami kehebohan dengan maraknya aksi fraud dan pembobolan jaringan ATM di beberapa bank di tanah air. Salah satu bank bahkan sampai mengalami kerugian milyaran rupiah akibat aksi penjahat pembobol jaringan ATM ini. Hal ini belum termasuk dibobolnya jaringan internet banking salah satu bank swasta yang agak lumayan besar yang konon sistem keamanannya sangat lemah, namun hal tersebut tidak diakui oleh salah satu bank swasta tersebut.

Padahal aksi hacking baik melalui jaringan internet maupun atm dan transaksi kartu kredit melalui merchant ataupun secara online adalah kejahatan serius yang tidak bisa dianggap remeh ataupun dipandang sebelah mata. Sistem keuangan di Indonesia baik perbankan, sekuritas, asset management maupun asuransi harus bersatu membahas standar kemananan elektronis yang baku dan sangat aman. Karena biaya untuk implementasi dan pengembangan sistem keamanan jaringan sangat mahal, baik dari segi biaya maupun risiko kegagalan jika sampai terjadi pembobolan.

Otoritas moneter dan bursa tidak bisa tinggal diam hanya menyaksikan pembobolan demi pembobolan terjadi, sekarang mungkin masih di luar negeri, namun cepat atau lambat aksi tersebut akan semakin marak di negara lain termasuk kemungkinan marak terjadi di Indonesia. Jika sebelumnya cara pembobolan masih tradisional dengan mengintip password dan scanning kartu atm, beberapa waktu kemudian akan lebih dahsyat lagi jika tidak segera dilakukan antisipasi sejak awal.

Hal ini perlu diingat dan ditekankan berulangkali, karena dunia semakin lapar dan ketimpangan sosial semakin tinggi, sehingga tingkat kejahatan akan semakin tinggi, karena akan lebih banyak lagi orang yang putus asa dan mengambil jalan pintas melalui cara-cara tindak kejahatan termasuk aksi pembobolan sistem keuangan. Semoga kita siap menghadapi tindak kejahatan online yang semakin merajalela ini.