Sebenarnya saya paling malas menulis sesuatu yang berhubungan dengan persoalan kenaikan harga BBM, karena itu bukan ranah profesionalitas saya untuk urusan perminyakan. Namun sebagai salah satu anggota Supply Chain Indonesia dan Asosiasi Logistik Indonesia, saya merasa berkewajiban untuk memberikan kontribusi pemecahan krisis minyak dan carut-marut infrastruktur transportasi di negara ini.
Krisis bahan bakar, bukanlah barang baru, sejak akhir era orde baru, kita sudah berkali-kali diingatkan bahwa minyak bumi kita sudah tidak akan lama lagi tersisa. Bahkan semalam dalam salah satu acara TV, seorang pengamat mengatakan minyak bumi Indonesia tidak sampai delapan tahun lagi, paling bagus dengan penghematan ekstrim sekalipun hanya bisa bertahan hingga 14 tahun lagi.
Lantas apakah yang bisa kita lakukan dalam mengatasi krisis BBM dan krisis Transportasi Publik ini? Berikut beberapa solusi yang saya tawarkan untuk segera ditindaklanjuti, dan semoga bukan untuk dijadikan ajang proyek korupsi baru:
Pengadaan Pompa BBG secara merata di seluruh SPBU Pertamina.
Sungguh suatu kenyataan yang ironis. Mengingat negara kita sama sekali tidak siap dengan energy alternatif, bahkan ketersediaan pompa gas yang digembar-gemborkan bisa menjadi alternatif bahan bakar minyak, ternyata tidak atau kurang tersedia secara massal. Anda bisa lihat sendiri di jalan-jalan raya, banyak bajaj BBG kembali berganti menjadi pengguna bensin. Bukan karena mahal, tapi karena ketersediaan pompa gas yang sangat langka. Padahal jika banyak SPBU Gas terutama ada di setiap SPBU Pertamina, tentu bukan hanya kendaraan umum yang suka rela memakai BBG tapi masyarakat umum juga akan terinspirasi dan termotivasi untuk beralih memakai BBG.
Yang kedua, masalah kecukupan sektor transportasi publik.
Bukan rahasia umum jika banyak orang membeli motor ataupun mobil, bukan semata karena harga bensin premium yang murah seperti uraian seorang pejabat publik. Namun karena kelangkaan infrastruktur transportasi publik. Anda bisa rasakan sendiri kalau anda pengguna bus transjakarta seperti saya, betapa sesak dan penuhnya Bus TransJakarta, bahkan kadang-kadang di jam-jam tertentu, kendaraan ini jarang lewat, kadang-kadang pada jam sibuk sekalipun terkadang ketersediaannya tidak sebanyak jumlah penumpang yang membutuhkannya. Sementara angkutan umum lain pendukungnya tidak tersedia secara baik. Kadang-kadang, untuk mencapai satu tujuan tertentu, seseorang harus berkali-kali berganti rute dan moda transportasi. Padahal jika dikombinasi dengan MRT bawah tanah dan juga Skytrain ataupun Monorel, maka akan banyak orang berfikir dua kali untuk membeli/membawa motor ataupun mobil.
Ketiga, masalah disiplin lalu lintas.
Anda pernah merasakan nyaris copot jantung ketika mendadak ada mobil atau motor menyalip jalur anda tanpa tanda-tanda baik lampu sein ataupun hal lainnya? Hal-hal kecil namun banyak seperti ini juga merupakan penyumbang terbesar dalam persoalan kemacetan di jalan raya. Bahkan kebiasaan angkutan umum seperti bus, metro mini, mikrolet, angkot yang berhenti berjam-jam di perempatan lalu lintas, jalanan yang sempit, sepertinya sudah menjadi pemandangan yang lumrah. Hal ini sepertinya kurang mendapat tanggapan dari otoritas yang berwenang. Anda bisa coba rasakan sendiri jika berkendara di jalan by pass dekat pintu tol Pedati Jakarta Timur, terkadang macet bukan karena pintu tol, melainkan karena banyaknya bus dan mikrolet yang berhenti menunggu penumpang. Hal yang sama terjadi juga di dekat daerah Cawang Jakarta Timur dan lain sebagainya.
Pemberantasan parkir liar yang dipelihara bertahun-tahun.
Anda pernah melewati perempatan Harmoni dari arah Hayam Wuruk? Anda lihat, bahwa jalur paling kiri untuk belok kiri ke arah jalan Juanda macet luar biasa hanya karena adanya parkiran liar di pertokoan pinggir jalan yang sepertinya kebal hukum dan dibiarkan bertahun-tahun. Hal ini terjadi tidak hanya di jalanan tersebut, namun di banyak jalan ibu kota, malahan di banyak sekolah favorit parkir liar di jalan umum sepertinya sengaja dilegalkan seperti di jalan Pemuda dan banyak jalan lain yang ada sekolah favoritnya, akibatnya transportasi umum yang sedianya bisa tepat waktu melayani kebutuhan masyarakat ikut terganggu.
Sebenarnya ada banyak hal lain yang bisa dilakukan, namun ini sedikit saja dari sumbang saran saya, termasuk juga kesiapan pemerintah untuk mempersiapkan energy alternatif untuk transportasi umum, seperti pengadaan kendaraan umum berbahan bakar listrik seperti MRT, Skytrain/Monorel, subsidi pajak untuk kendaraan hybrid terutama yang akan dipergunakan sebagai sarana transport umum / publik.
Yang terpenting, jangan usulan-usulan ini dijadikan sebagai proyek korupsi baru, karena jika hanya berfikir untuk jadi ajang korupsi, maka hasilnya bisa mirip seperti awal-awal implementasi tabung gas 3kg, di mana masyarakat jadi malas memakainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar