Beberapa
hari terakhir ini, dunia industri mobile cellular dikejutkan oleh
berita penutupan pabrik Nokia di Finlandia. Meskipun sebagian
kalangan menilai berita tersebut tidak terlalu mengejutkan, namun
tetap banyak konsumen Nokia dan fans fanatik Nokia yang terkejut dan
lemas.
Saya
sendiri menilai penutupan pabrik tersebut tidak terlalu aneh,
mengingat dengan kondisi finansial yang terus-menerus berdarah-darah
selama lebih dari enam bulan, tidak langsung dinyatakan pailit
sekalipun sudah puji syukur. Secara keuangan, Nokia sudah bisa untuk
dinyatakan bangkrut, namun secara hukum, jelas belum dikatakan
bangkrut.
Bahkan
menurut laporan dari Business News Network per tanggal 20 April 2012
yang ditulis oleh Mark B, kerugian Nokia telah mencapai Ninety One
Billion Dollars (silahkan dirupiahkan sendiri), dan terus mengalami
pendarahan non-stop, walaupun dikabarkan oleh beberapa sumber
penjualan Lumia smartphone sudah mulai membukukan kenaikan. Namun
setidaknya di pasar dalam negeri (Indonesia) beberapa counter Nokia
Shop tetap sepi, berbeda dengan counter-counter penjualan toko
lainnya yang menjual berbagai jenis merek smartphone maupun feature
phone.
Sementara
itu, tim developer Nokia Meego, yang sebelumnya diklaim akan
menaklukan dunia smartphone, terpaksa angkat kaki, bedol deso,
mendirikan perusahaan sendiri bernama Jolla Mobile akibat
dilakukannya proses penghentian pengembangan operating system mobile
Meego oleh Nokia yang memutuskan untuk secara penuh berkonsentrasi
hanya pada pengembangan Windows Phone.
Sebenarnya
kekeliruan dan kejatuhan Nokia tidak dimulai pada tahun belakangan
ini. Awal mula jatuhnya Nokia menurut beberapa sumber, dimulai
tepatnya sekitar satu dasawarsa yang lalu. Saat itu visi dan misi
Nokia berubah, dari leader in technology, menjadi back to feature
phone. Padahal sekitar satu dasawarsa yang lalu, di awal tahun 90'an
dalam berbagai pengembangan R&D, Nokia telah berhasil
mengembangkan teknologi layar sentuh untuk smartphone, jauh lebih
awal ketimbang Apple maupun Samsung.
Namun
karena orientasi bisnis yang berubah, maka ketika Apple datang dengan
konsep baru mengenai bagaimana seharusnya masa depan telefon selular,
maka Nokia menjadi tertinggal, terlebih lagi, sebagian produsen yang
tidak puas dengan monopoli IOS milik Apple, problema windows mobile
dan arogansi Nokia di dunia Symbian, mereka pun lalu beramai-ramai
pindah haluan ke Android, maka pukulan itu semakin telak menghantam
pasar produk-produk Nokia. Symbian mobile pun ditinggalkan oleh
sebagian besar produsen smartphone termasuk Sony Ericsson yang
belakangan beralih menjadi Sony Mobile juga akibat krisis.
Lantas
apakah Symbian itu jelek? Tidak juga, bagaimanapun, symbian hingga di
versi terakhir ini yakni Belle fp1 (Carla) berhasil menutup
kekurangannya dari Android (dari mulai adanya fitur tethering, fitur
NFC, fitur dolby digital plus, antar muka yang semakin baik mirip
android, hingga kepada keunggulan khas symbian yang hemat penggunaan
memory dan prosesor), namun sifat jelek Nokia yang tidak juga merawat
dan mengembangkan Nokia Application Store nya yang bernama Ovi Store
berujung kepada semakin banyak developer aplikasi yang memilih bedol
deso pindah mengembangkan aplikasi hanya untuk Android dan IOS.
Sejujurnya
ada banyak kesempatan untuk menyelamatkan Nokia setidaknya jika usaha
itu sudah dimulai sejak sebelum tahun 2006. Seandainya saja Meego
sudah dijual dan diperkenalkan secara global sejak tahun 2006 atau
setidaknya tahun 2007, dan Ovi Store sudah berisi aplikasi-aplikasi
menarik dan berkualitas sejak tahun 2007, tentu Nokia tidak perlu
mematikan sekian banyak pabrik miliknya. Namun sifat arogan dan
intrik yang menjadi ciri khas perusahaan besar cenderung menutupi
kekeliruan visi dan misi Nokia dalam menatap abad masa depan.
Sayangnya
produk Nokia 770 yang diluncurkan pada tanggal 25 Mei 2005 pada Linux
World Summit di New York, dan memulai debut penjualannya pada tanggal
3 November 2005, dijual dalam bentuk internet tablet dan bukan
smartphone, serta mengalami kegagalan penjualan karena spesifikasi
hardware yang saat itu belum mampu menjalankan sistem operasi Maemo
(yang menjadi cikal bakal Meego) secara sempurna. Seandainya saja
perbaikan akan kegagalan itu (Nokia 770) pada project Nokia 800 yang
diluncurkan pada Januari 2007 meliputi perubahan orientasi menjadi
smartphone dan bukan menjadi internet tablet, tentu ceritanya akan
lain. Namun nasi sudah menjadi bubur.
Saya
menjadi teringat akan kata-kata salah satu mentor saya sekaligus
bekas atasan saya "Change Management itu penting, namun lebih
penting lagi Manajemen Antisipasi, karena bisnis selalu menyangkut
visi jangka panjang yang harus di antisipasi sejak dini".