Minggu, 29 Juli 2012

Serial Manajemen Strategik: Skak Mat untuk Nokia

Beberapa hari terakhir ini, dunia industri mobile cellular dikejutkan oleh berita penutupan pabrik Nokia di Finlandia. Meskipun sebagian kalangan menilai berita tersebut tidak terlalu mengejutkan, namun tetap banyak konsumen Nokia dan fans fanatik Nokia yang terkejut dan lemas.

Saya sendiri menilai penutupan pabrik tersebut tidak terlalu aneh, mengingat dengan kondisi finansial yang terus-menerus berdarah-darah selama lebih dari enam bulan, tidak langsung dinyatakan pailit sekalipun sudah puji syukur. Secara keuangan, Nokia sudah bisa untuk dinyatakan bangkrut, namun secara hukum, jelas belum dikatakan bangkrut.

Bahkan menurut laporan dari Business News Network per tanggal 20 April 2012 yang ditulis oleh Mark B, kerugian Nokia telah mencapai Ninety One Billion Dollars (silahkan dirupiahkan sendiri), dan terus mengalami pendarahan non-stop, walaupun dikabarkan oleh beberapa sumber penjualan Lumia smartphone sudah mulai membukukan kenaikan. Namun setidaknya di pasar dalam negeri (Indonesia) beberapa counter Nokia Shop tetap sepi, berbeda dengan counter-counter penjualan toko lainnya yang menjual berbagai jenis merek smartphone maupun feature phone.

Sementara itu, tim developer Nokia Meego, yang sebelumnya diklaim akan menaklukan dunia smartphone, terpaksa angkat kaki, bedol deso, mendirikan perusahaan sendiri bernama Jolla Mobile akibat dilakukannya proses penghentian pengembangan operating system mobile Meego oleh Nokia yang memutuskan untuk secara penuh berkonsentrasi hanya pada pengembangan Windows Phone.

Sebenarnya kekeliruan dan kejatuhan Nokia tidak dimulai pada tahun belakangan ini. Awal mula jatuhnya Nokia menurut beberapa sumber, dimulai tepatnya sekitar satu dasawarsa yang lalu. Saat itu visi dan misi Nokia berubah, dari leader in technology, menjadi back to feature phone. Padahal sekitar satu dasawarsa yang lalu, di awal tahun 90'an dalam berbagai pengembangan R&D, Nokia telah berhasil mengembangkan teknologi layar sentuh untuk smartphone, jauh lebih awal ketimbang Apple maupun Samsung.

Namun karena orientasi bisnis yang berubah, maka ketika Apple datang dengan konsep baru mengenai bagaimana seharusnya masa depan telefon selular, maka Nokia menjadi tertinggal, terlebih lagi, sebagian produsen yang tidak puas dengan monopoli IOS milik Apple, problema windows mobile dan arogansi Nokia di dunia Symbian, mereka pun lalu beramai-ramai pindah haluan ke Android, maka pukulan itu semakin telak menghantam pasar produk-produk Nokia. Symbian mobile pun ditinggalkan oleh sebagian besar produsen smartphone termasuk Sony Ericsson yang belakangan beralih menjadi Sony Mobile juga akibat krisis.

Lantas apakah Symbian itu jelek? Tidak juga, bagaimanapun, symbian hingga di versi terakhir ini yakni Belle fp1 (Carla) berhasil menutup kekurangannya dari Android (dari mulai adanya fitur tethering, fitur NFC, fitur dolby digital plus, antar muka yang semakin baik mirip android, hingga kepada keunggulan khas symbian yang hemat penggunaan memory dan prosesor), namun sifat jelek Nokia yang tidak juga merawat dan mengembangkan Nokia Application Store nya yang bernama Ovi Store berujung kepada semakin banyak developer aplikasi yang memilih bedol deso pindah mengembangkan aplikasi hanya untuk Android dan IOS.

Sejujurnya ada banyak kesempatan untuk menyelamatkan Nokia setidaknya jika usaha itu sudah dimulai sejak sebelum tahun 2006. Seandainya saja Meego sudah dijual dan diperkenalkan secara global sejak tahun 2006 atau setidaknya tahun 2007, dan Ovi Store sudah berisi aplikasi-aplikasi menarik dan berkualitas sejak tahun 2007, tentu Nokia tidak perlu mematikan sekian banyak pabrik miliknya. Namun sifat arogan dan intrik yang menjadi ciri khas perusahaan besar cenderung menutupi kekeliruan visi dan misi Nokia dalam menatap abad masa depan.

Sayangnya produk Nokia 770 yang diluncurkan pada tanggal 25 Mei 2005 pada Linux World Summit di New York, dan memulai debut penjualannya pada tanggal 3 November 2005, dijual dalam bentuk internet tablet dan bukan smartphone, serta mengalami kegagalan penjualan karena spesifikasi hardware yang saat itu belum mampu menjalankan sistem operasi Maemo (yang menjadi cikal bakal Meego) secara sempurna. Seandainya saja perbaikan akan kegagalan itu (Nokia 770) pada project Nokia 800 yang diluncurkan pada Januari 2007 meliputi perubahan orientasi menjadi smartphone dan bukan menjadi internet tablet, tentu ceritanya akan lain. Namun nasi sudah menjadi bubur.

Saya menjadi teringat akan kata-kata salah satu mentor saya sekaligus bekas atasan saya "Change Management itu penting, namun lebih penting lagi Manajemen Antisipasi, karena bisnis selalu menyangkut visi jangka panjang yang harus di antisipasi sejak dini".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar