Selasa, 04 Mei 2010

Ketika Saham Hanyalah Secarik Kertas Tak Berguna

Peristiwa ini sudah sangat lama terjadi, sekitar April 1999.

Sabtu Siang:

Secara resmi, melalui berita televisi dan radio petinggi Bank Indonesia mengumumkan dilikuidasinya sejumlah bank, dan dibekukannya operasional bank yang diduga bermasalah. Kekecewaan terjadi di antara sejumlah karyawan bank, bahkan ada yang sampai shock tidak menyangka, karena pada hari sebelumnya masih belum mendengar berita apapun.

Sementara sejumlah orang lainnya frustasi karena kehilangan uang mereka di pasar modal yang tidak akan pernah kembali, padahal mereka berpegang pada analisis fundamental yang solid, dan juga percaya bahwa bonus mereka yang dibayarkan dalam bentuk saham akan berguna di masa depan, akan tetapi mereka lupa faktor politik yang hingga kini masih menentukan arah negara ini.

Namun begitu, orang sering lupa belajar dari sejarah, orang selalu cenderung mengikuti mainstream ke arah mana kerumunan dan keramaian bergerak. Sering terlalu optimis berlebihan atas sejumlah prediksi positif yang digelontorkan oleh para pialang saham dan petinggi sekuritas. Lupa belajar dari kasus-kasus buruk pada masa krisis apakah itu Malaise Ekonomi tahun 1929-1940, Krisis Moneter Asia 1997-1998, dan Tsunami Subprime Mortgate yang berujung Krisis Global 2008.

Padahal krisis Global 2008, belum selesai, ini hanya awal dari perulangan dari Krisis 1929 di mana di tahun-tahun selanjutnya hanya terjadi kenaikan indeks saham sesaat kurang dari setahun dan berakhir dengan stagflasi dan stagnan nya perekonomian selama kurang lebih 10 tahun.

Hasil survei terakhir dari HSBC mengenai indeks manufaktur di RRC yang menunjukan perlambatan dalam enam bulan terakhir, semakin membuka mata para investor, bahwa kejatuhan Yunani hanyalah awal dari perulangan kejadian buruk itu.

RRC selamat karena ekonominya memang sengaja dirancang sangat sophiscated dan tahan gempa finansial global hingga skala tertinggi gempa finansial yang mungkin bisa terjadi. Keteguhan menahan kurs Yuan dan melakukan spekulasi masif atas komoditas sebagai cadangan devisa alternatif membuat ekonomi mereka nyaris tidak tergoyahkan menghadapi kejatuhan Amerika dan Eropa. Pemenuhan kebutuhan ekonomi dalam negeri secara mandiri, membuat mereka tahan banting, meskipun banyak juga para spekulan property yang gulung tikar.

Lantas yang menjadi pertanyaan, jika mimpi buruk itu benar terjadi, kemana dan dimanakah posisi kita? Sementara Skandal Century terus bergulir dan Dewan Rakyat sibuk berpolitik dengan pemerintah?

Semoga saja, Tuhan masih rela menolong bangsa ini untuk kesekian kalinya lolos dari ancaman kehancuran ekonomi dan sosial.

Protected by Copyscape Online Plagiarism Checker

Tidak ada komentar:

Posting Komentar