Beberapa bulan terakhir menjelang tutup tahun 2009, hampir setiap pelaku bisnis dan lembaga pemerintahan dilanda kepanikan yang luar biasa akan ancaman diberlakukannya ACFTA, yang kini telah menjadi kenyataan sejak awal 2010.
Namun tidak demikian halnya dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Singapore dan lainnya. Nampaknya mereka lebih tenang, siap, dan tidak menganggap pemberlakuan ACFTA sebagai suatu isu yang besar. Apalagi hal ini telah dibahas sebelumnya sejak awal mula perjanjian GATT 1994 yang dilanjutkan dengan perjanjian tarif antar ASEAN dan China melalui pemberlakuan tarif MFN sejak July 2003.
Lalu mengapa kita baru meributkan masalah ACFTA ini sekarang, padahal perjanjian ini sudah lama sekali dibuat, sudah ditandatangani sejak awal pemerintahan terdahulu. Sementara negara-negara tetangga menyatakan kesanggupannya dan tidak ada masalah?
Hal ini mungkin erat kaitannya dengan kurang baiknya komunikasi antara pihak pemerintah dengan para pelaku industri di masa lalu, sehingga apa yang disepakati di tingkat atas, tidak sampai ke tingkat pelaku industri. Bahwa hal ini cepat atau lambat akan terjadi dan berlaku juga.
Sebenarnya apakah kita perlu sedemikian khawatir? Sebelum mengambil keputusan demikian, mari kita tengok dua hal utama ini dari perjanjian ACFTA berdasarkan dokumen yang telah ditandatangani oleh para menteri perekonomian di Bali pada bulan Oktober 2003.
- Normal Track: Tariff lines placed in the Normal Track by each Party on its own accord shall have their respective applied MFN tariff rates gradually reduced and eliminated in accordance with the modalities set out in Annex 1 of this Agreement with the objective of achieving the targets prescribed in the thresholds therein.
- Sensitive Track: Tariff lines placed in the Sensitive Track by each Party on its own accord shall have their respective applied MFN tariff rates reduced or eliminated in accordance with the modalities set out in Annex 2 of this Agreement.
Melihat dan merunut isi perjanjian tersebut, nampaknya ada beberapa bidang yang termasuk kategori Normal dan ada yang termasuk kategori Sensitive. Kita tidak bisa mundur dari perjanjian ACFTA, tapi kita bisa me-renegoisasikan kembali kategori-kategori apa yang masuk ke dalam batasan sensitif sehingga bidang-bidang di mana kita masih sangat lemah bisa diundur pelaksanaannya sampai industri dalam negeri siap.
Dari sisi pemerintah sendiri ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi masalah ACFTA ini agar tidak semakin berlarut dan semakin bertambah gawat, yakni dengan cara:
- Renegoisasikan batasan-batasan normal dan sensitif berdasarkan kekuatan industri kita, sehingga masih ada waktu bagi industri dalam negeri untuk mempersiapkan sumber daya dan keahlian
- Perkuat infrastruktur, dari mulai ketersediaan listrik, kawasan industri terpadu, jalan raya (jalan tol, jalur lingkar luar, jalur trans-provinsi, jalur antar kota), jalur kereta api dan optimalisasi logistik melalui perbaikan dan pembangunan jalur kereta api sehingga tercipta logistics infrastructure yang lebih efisien sekaligus efektif.
- Pemberdayaan National Single Window secara lebih optimal termasuk kesiapan 24 jam pelabuhan dan pengurusan dokumen ekspor.
- Pemangkasan prosedur birokrasi dan perundangan yang tidak perlu dan menganggu proses bisnis tanpa meninggalkan fungsi pengawasan.
- Penghapusan Peraturan Daerah yang cenderung menghambat kinerja industri dalam negeri.
- Dukungan finansial, perpajakan, pengetahuan serta ketrampilan, dan kemudahan birokrasi bagi industri-industri dalam negeri terutama industri kecil dan menengah (SME).
- Penghapusan pungutan dan tarif dalam negeri yang menganggu, premanisme di jalur-jalur perdagangan, pasar-pasar, pelabuhan dan berbagai jenis pungutan liar yang menganggu.
- Fokus dan pengembangan pada industri pertanian, perikanan, dan kerajinan tangan serta industri yang berlandaskan pada penggunaan tenaga kerja massal. Karena industri ini yang rentan terhadap perdagangan bebas, dan dapat membantu memperkuat ketahanan industri dalam negeri.
- Perbaikan fungsi, sarana, prasarana, dan kurikulum dalam sistem pendidikan nasional yang selama ini masih sangat tidak memuaskan sehingga menyebabkan orang lebih suka belajar dan mengambil beasiswa ke luar negeri termasuk menyebabkan banyak para pelajar berprestasi memutuskan tidak pulang dan bekerja di luar negeri.
- Memacu dan memberdayakan budaya wirausaha dikalangan generasi muda, sehingga dapat membangun ketahanan industri dalam negeri yang kuat.
Dari sisi pelaku bisnis sendiri ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mempersiapkan diri menghadapi ACFTA:
- Peningkatan skill dan pengetahuan sumber daya manusia sehingga lebih kompeten dalam menghadapi era perdagangan bebas
- Meningkatkan efisiensi dan optimalisasi industri dalam negeri baik dengan perbaikan sistem seperti penerapan Supply Chain yang berbasis kepada SCOR 9.0, standarisasi industri yang mengacu kepada TUV dan SNI (Standar Nasional Indonesia), ISO, maupun perbaikan dan peningkatan alat-alat industri yang lebih modern dan efisien.
- Peningkatan modal kerja, perbaikan model bisnis, valuasi nilai bisnis dan segala hal yang dapat memperbaiki kinerja perusahaan.
- Fokus pada kekuatan yang memiliki daya saing, dan melepaskan bidang usaha yang tidak ada kaitannya dengan bidang usaha serta tidak memberikan nilai tambah bisnis.
- Kerjasama dengan mendirikan konsorsium industri yang dapat saling mendukung dan membantu anggotanya baik dari sisi keahlian, kemudahan lobi bisnis dan hal-hal lain yang dapat saling menguntungkan.
- Studi banding ke industri-industri kelas dunia yang dapat memberikan inspirasi peningkatan kinerja usaha, agar tidak tertinggal dalam persaingan internasional.
Dengan demikian tidak ada lagi alasan untuk menunda-nunda penerapan ACFTA, dan membuat berbagai alasan. Karena era perdagangan bebas adalah hal yang tidak terelakan dan cepat atau lambat akan segera dialami oleh Indonesia serta semua negera di seluruh dunia.
Jakarta, 10 February 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar